“Pandangilah makanan yang ada di hadapan kita. Sadarilah bahwa makanan itu adalah hasil jerih payah dari para petani, dan  banyak orang yang terlibat sehingga akhirnya siap kita santap. Hendaknya makanan itu kita habiskan, jangan sampai ada yang tersisa. Karena dengan membuang makanan, berarti kita telah merampas hak orang miskin yang seharusnya berhak pula memperoleh makanan.”

Begitulah sepenggal pesan moral dari poin Tujuh Sadar yang selalu diucapkan oleh pembimbing rekoleksi setiap kali sebelum mulai makan.

Tahun ini, Lingkungan Matius 3, tanggal 21 dan 22 September 2019 mengadakan rekoleksi di Eco Camp, berlokasi di Dago – Bandung, Jawa Barat. Rekoleksi ini dipercayakan kepengurusannya pada pasutri muda, Tedy dan Ricka.

Pilihan mereka pada Eco Camp sebagai tempat penyegaran rohani dan jasmani sangatlah tepat.

Tedy, Ricka, kedua anaknya dan orangtuanya sedang membuat lontongan (foto: Sinta)

 

Program Eco Camp pimpinan Pastur Ferry Sutrisna, PR ini sarat dengan pendidikan yang tidak hanya untuk anak-anak saja, melainkan juga bagi yang sudah dewasa bahkan lansia. Misalnya, para peserta diwajibkan memasang sendiri sprei dan sarung bantal untuk kasurnya masing-masing. Ketertiban menjaga kebersihan kamar tidur ditegaskan dengan larangan membawa makanan ke dalam kamar. Jadi bagi mereka yang membawa camilan dari rumah, harus ditaruh di meja ruang makan. Dan hendaknya mereka tidak keberatan bila camilan yang dibawanya itu diambil atau dinikmati pula oleh orang lain (mengajarkan berbagi).

Materi rekoleksi adalah berupa bimbingan untuk mendekatkan diri pada alam, bersahabat dengan alam dan lebih peduli kepada sesama manusia. Karena itulah, sebelum makan, pembimbing rekoleksi selalu mengulangi seruan untuk menghabiskan makanan yang kita ambil, kemudian mencuci perangkat makanannya sendiri. Cara mencuci piringnyapun harus mempergunakan air sehemat mungkin.

Karena peserta rekoleksi ini terdiri dari keluarga muda, lansia dan anak-anak berjumlah 36 orang (semula terdaftar 38 orang, namun pada hari-H, 2 orang lansia mengundurkan diri karena sakit_red), Pastur Ferry Sutrisna dalam sesi malam yang dipimpinnya memberikan bimbingan tentang cinta kasih dalam keluarga. Tema cinta kasih keluarga ini bersumber dari ensiklik Paus Fransiskus.

Keesokannya, hari Minggu jam 5.30 pagi, peserta bangun untuk bermeditasi selama sekitar 30 menit, dilanjutkan dengan berdiri di alam terbuka. Menghirup udara pagi yang segar di antara pepohonan yang subur rimbun, dan dipersilakan menyentuh batang-batang pohon dengan penuh kasih karena tumbuh-tumbuhan itupun adalah mahluk hidup yang dapat pula merasakan kasih sayang manusia. Kemudian membersihkan halaman dengan sapu yang sudah disediakan.

Bila kita menginap di hotel, mana ada tamu yang sudah membayar, tetapi disuruh kerja menyapu halaman!

Justru inilah pendidikan bagi kita untuk menghargai alam ciptaan Tuhan yang sungguh baik bagi kehidupan manusia. Semakin lama kesadaran ini semakin terlupakan oleh manusia.

Anak-anak mendengarkan pembimbing rekoleksi memberi pengetahuan tentang sampah.  (foto: Sinta)

 

Setelah membersihkan halaman, sesi berikutnya adalah acara berkebun. Keluarga yang terdiri ayah-ibu-anak diperkenalkan cara membuat lontongan, yaitu cara pembibitan tanaman yang baru tumbuh.

Ada pula sesi dimana anak-anak dipisahkan dari orangtuanya, karena metoda pembimbingannya berbeda. Namun temanya tetap sama, yaitu menggerakkan kepedulian terhadap alam sekitar serta pengetahuan tentang sampah.

Pastur Ferry memimpin misa Ekaristi sebagai acara terakhir rekoleksi.

Sebetulnya dua hari satu malam tidaklah cukup waktu untuk menggugah hati dan kesadaran para peserta agar lebih memahami masalah lingkungan. Semoga akan ada kesempatan lagi bagi umat Matius 3 kembali kesana.

Bila Pembaca ingin tahu lebih jauh tentang Eco Camp, silakan buka link  http://ecolearningcamp.org/menikmati-keheningan-di-eco-camp-bandung/

(Sinta)

Catatan redaksi : program rekoleksi di Eco Camp ini berlandaskan ensiklik kedua Paus Fransiskus yaitu Laudato si’ (artinya Pujian Bagi-Mu) dengan subjudul On the care for our common home (dalam kepedulian untuk rumah kita bersama). Dalam ensiklik ini, Paus mengkritik konsumerisme dan pembangunan yang tak terkendali, serta menyesalkan perusakan lingkungan dan pemanasan global.

Matius 3 Go to Nature!