Banyak orang yang menyayangkan fakta bahwa tidak ada yang abadi di dunia ini, terutama mereka yang sudah berada di dalam zona nyaman. Mereka yang berada di masa keemasan, puncak karier, dan masa kejayaan mereka pada umumnya tidak ingin masa-masa itu berlalu dari mereka; apalagi dengan waktu yang cepat.

Padahal tidak ada yang abadi di dunia ini. Segala sesuatu ada waktunya. Dan kita tidak dapat mengendalikannya.

Sekarang mari kita bayangkan jika segala sesuatu berlaku selamanya. Sesenang apapun keadaan kita pastilah akan menjadi sangat membosankan. Tidak ada keadaan pembanding yang menjelaskan bahwa kita ada di masa yang menyenangkan. Sehingga segala sesuatu terlihat sama saja.

Coba kita bayangkan jika kita semua hidup abadi. Maka dunia ini akan dipenuhi oleh lautan manusia. Manusia akan saling berebut sumber makanan dan apa saja yang ada di dunia ini. Dan apa yang terjadi kemudian bisa kita bayangkan. Manusia akan saling bunuh satu sama lain.

Lalu bagaimana caranya agar kita tidak merasa kehilangan ketika sesuatu atau seseorang yang kita sukai atau sayangi hilang dari hadapan kita?

Pertama, camkan dalam hati dan pikiran kita bahwa tak ada yang abadi di dunia ini. Semaksimal mungkin kita merawat atau mempertahankan sesuatu atau seseorang yang kita cintai, suatu saat pasti akan pergi meninggalkan. Itu adalah hukum alam semesta yang sifatnya kekal. Jadi kita harus mempersiapkan hal ini dalam hati dan pikiran kita dengan sebaik-baiknya.

Kedua, kita harus benar-benar menghargai dan melakukan yang terbaik untuk sesuatu atau seseorang yang kita sayangi selama waktu masih ada. Jangan sampai kita menyia-nyiakan waktu yang diberikan.

Ketiga, kita harus percaya bahwa ketika kita kehilangan sesuatu, suatu saat nanti akan ada yang menggantikannya, walaupun tidak akan sama persis. Setidaknya, hal itu akan sedikit banyak membantu mengobati kerinduan kita akan sesuatu atau seseorang yang kita sayangi.

Kesimpulannya, kita harus menyadari bahwa segala sesuatu di dunia ini adalah fana atau tidak kekal. Dibutuhkan kebijaksanaan kita untuk menyikapinya.

Penulis: Albert Santoso