Membaca maraknya berita di medsos, tentang antre perceraian atau banyaknya kasus perceraian terutama dimasa PANDEMI ini sungguh hati saya jadi miris dan sedih.
Betapa tidak, apapun alasannya, perceraian akan mengakibatkan luka pada anak-anak. Ayah ibu, papa, mama, father, mother mungkin dengan seribu alasan bisa bertahan, namun anak-anak, walaupun mereka merestui ” dengan terpaksa” karena melihat perseteruan setiap hari, toh mereka tetap terluka.
Saya memang tidak menikah karena memilih hidup sebagai biarawati, saya mengikrarkan untuk hidup miskin, murni, taat dihadapan Tuhan dan public, untuk melayani sesama via kerasulan Tarekat.
Puji Tuhan saya belum pernah menyaksikan pertengkaran kedua orang tuaku, saya tidak tahu kalau mereka bertengkar dikamar, namun kami ke 6 anak-anaknya belum pernah melihat bapak ibu bertengkar, adanya saling mengejek, menggoda, dan dan membuat sesuatu yang lucu-lucu.
Kemanapun mereka selalu berdua. Cerita yang pernah kudengar, sewaktu pengantin baru, ibuku juga diajak bapak, dibonceng sepeda, sewaktu bapak mengajar di suatu desa di Blora. Pernikahan itu membuahkan 6 putra dan putri dan saya menjadi sulungnya.
Sebelum saya lahir, karena terlampau lama jaraknya dengan pernikahan bapak ibu, maka orang tuaku mengambil anak dari kakak, ibuku. ( bude ) waktu terus berlalu.
Meskipun keluargaku termasuk keluarga besar namun toh orang tuaku terbuka mengasuh anak-anak yang tidak krasan hidup di keluarganya sendiri, karena salah satu ortunya mereka Tiri. Merekalah teman kakakku. Seingatku ada 5 remaja putri yang tinggal dirumahku, sampai ada yang dinikahkan dan anak dari pasangan itu juga ikut keluargaku sampai dewasa.
Selain itu juga saudara sepupuku baik dari pihak ibu maupun bapak yang ikut dalam keluarga kami itulah sekelumit gambaran keluargaku. Kami saling mendidik dan memperingatkan hingga kini mereka membangun keluarga bahagia. Bapakku menghadap Tuhan pada 5 Mei 2002, dan ibuku menyusulnya pada 29 Agustus, 2004. Akhirnya hanya maut memisahkan mereka berdua
Sewaktu saya menjadi Kepala Sekolah, saya banyak mendapatkan anak-anak yang menderita, terasing, berlaku aneh, dan setelah kuamati dan kutanya, karena biasanya mereka dekat padaku, mereka menderita karena perceraian orang tua mereka.
Pada suatu saat ada editor yang meminta saya untuk menulis buku tentang anak-anak. Dan kisah itupun kuangkat dengan judul ” Pa, Ma,Kembalikan Surgaku” dan diterbitkan oleh Elexmedia Komputindo.
Para pembaca yang terkasih, ketika menulis lembaran buku itu saya teringat akan kemesraan yang saya alami bersama orang tua dan saudara-saudari saya.
Saya berharap para pembaca juga merasakan kemesraan dalam keluarga masing-masing. Kenangan tersebut hendaknya mengukuhkan hidup perkawinan anda semua dan juga pada panggilan hidup anda apapun bentuknya.
Khususnya dalam buku itu, saya ingin mengajak anda untuk menengok kembali saat anda untuk pertama kalinya menemukan pasangan hidup. Tentu saja saya juga berharap, hari-hari manis, kenangan mesra dan indah menyelubungi anda semua.
Saya menulis buku itu untuk menghadirkan kembali kenangan manis itu sehingga memperkokoh keutuhan rumah tangga, dan menjaga kelestarian rumah tangga yang dibangun ATAS NAMA KASIH SAYANG. Saya begitu sedih dan prihatin bila menyaksikan banyaknya “Keruntuhan hidup rumah tangga” dengan alasan apapun.
Ada juga mereka (yang beragama katolik) yang masa persiapan Pernikahan mesti mengikuti kursus kurang lebih 1 tahun. Mereka sadar bahwa dalam SAKRAMEN PERNIKAHAN.Allah sendiri yang mempersatukan mereka.
Mereka tahu bahwa ajaran / hukum Gereja melarang pasangan suami istri untuk bercerai. Suami istri mungkin bisa bersikeras dengan keputusannya, bahkan mungkin merasa bebas dengan terjadinya perceraian, namun bukan bagi anak-anak. PERCERAIAN membuat mereka kehilangan SURGANYA. Surga kebersamaan bersama ayah bundanya, surga kedamaian, persatuan, kebahagiaan bersama, surga persatuan dan perlindungan orang tua, surga kebahagiaan yang dirindukan setiap anak agar ayah bundanya rukun hingga mampu menghantar mereka untuk membangun keluarga baru, dan melanjutkan dinasti keluarga mereka.
Anak adalah karunia kasih yang dianugerahkan Tuhan kepada pasangan suami istri. Buah cinta yang dirindukan dalam setiap perkawinan. Hendaklah orangtua mengasihi dengan tulus dan penuh cinta.
Mereka mempersiapkan, mendidik, membimbing anak-anak mereka untuk menemukan sesuatu yang adi luhur yang membuat mereka memiliki kesadaran moral yang baik dan kepekaan serta tanggap terhadap setiap situasi kehidupan.
Anak-anak yang dirindukan kehadirannya semenjak pasangan suami istri menikah, merupakan berkat yang menjalin persatuan tali kasih ayah bundanya. Mengapa setelah anak-anak hadir, mereka harus menanggung penderitaan karena perceraian dan perseteruan orang tuanya?
Ayah dan ibu yang terkasih ciptakanlah SURGA buat anak-anak tercinta. Semoga kita sadar akan tanggung jawab kita untuk menciptakan persatuan dan SURGA buat anak-anak kita tercinta yang telah dipercayakan Tuhan kepada kita.
Saya akan selalu mendoakan setiap pasangan suami istri, agar berkat Tuhan memampukan anda untuk membangun dan membawa bahtera rumah tangga hingga akhir hayat yang bisa memisahkannya dan membawa mereka ke dalam persatuan abadi dengan Tuhan.
Buku itu saya tulis berdasarkan sharing dari para orang tua murid, kenalan, anak-anak didik saya, yang dengan rela menceritakan dan mohon bantuan, dukungan doa, nasihat untuk dapat mengutuhkan rumah tangganya lagi dan mengatasi problem yang dialaminya.
Tentunya semua nama yang saya gunakan adalah nama samaran. Saya menuliskan apa adanya sharing yang ditulis via email dan yang diceritakan sebagaimana mereka menceritakan kepada saya.
Menjadi kebahagiaan saya kalau saya bisa membantu menyelamatkan perkawinan pasangan suami istri bermasalah yang berkonsultasi dengan saya dan akhirnya mereka tidak jadi bercerai dan berkembang dalam kelangsungan hidup rumah tangganya.
Apa yang saya sajikan tentunya tidaklah lengkap, namun saya telah mencoba untuk memberi waktu dan perhatian serta mengajak anda semua untuk menyadari betapa agung dan luhurnya nilai perkawinan.
Nilai-nilai perkawinan ini hendaknya dilestarikan, entah apapun rintangan dan seberat apa pun beban yang dialami dalam perjalanan hidup ini. Cinta yang tulus murni, kerelaan untuk memberikan diri,komunikasi dan pengertian, serta sikap lapang untuk saling memaafkan akan sangat membantu untuk mengukuhkan bahtera anda melaju menembus tantangan, kesulitan hidup menuju pelabuhan cinta sejati di tanah keabadian surgawi.
Pernikahan itu layaknya sendok dan garpu, untuk mengambil gizi makanan dalam kehidupan. Meskipun sendok garpu sering berbenturan, namun tidak sampai memecahkan piring. Semoga yang telah membangun keluarga, mampu saling memahami, mengalah, memaafkan kesalahan pun kekurangan sesamanya. Dan semoga berkat Tuhan Lestari hidup memperkokoh Rumah tangga anda.
Oleh Sr. Maria Monika Puji Ekowati SND