Inilah hari yang dijadikan Tuhan, marilah kita bersorak-sorak dan bersukacita karenanya!  Ya Tuhan, berilah kiranya keselamatan! Ya Tuhan, berilah kiranya kemujuran!  (Maz 118: 24-25).

HAEC dies quam fecit Dominus; Exsultemus etlaetemur in ea, Alleluia, Alleluia. Terpujilah Tuhan Mahakuasa; mari kita sukaria bergembira, Alleluya, Alleluya.

Lagu yang dinyanyikan dengan penuh semangat, kali ini terasa biasa saja dalam tayangan Misa malam Paskah melalui media streaming, TVRI. Begitu pula Mazmur bait pengantar Injil selama Masa Oktaf Paskah, “Inilah hari yang dijadikan Tuhan, marilah kita bersorak-sorak dan bersukacita karenanya” (ay.24), terasa begitu berat kita daraskan dengan suara penuh semangat. Apakah hari-hari ini kita masih dapat bersorak dan bersukacita? Kita mau belajar dari pemazmur.

Pemazmur mengajak kita untuk menyadari ada “hari” istimewa yang dijadikan Tuhan seperti pada awal penciptaan, tahap karya Agung Allah Pencipta. Segalanya dikerjakan secara teratur. Tiap hari dalam proses penciptaan alam semesta dan manusia, Tuhan sendiri yang bertindak. Pemazmur memahami “hari” hidupnya secara baru. Ketika ia masuk  ke dalam kebenaran, ke dalam seluruh realitas Tuhan sendiri, ketika itulah pemazmur memahami waktu secara berbeda.

Tidak ada waktu yang berlalu begitu saja tanpa sentuhan rahmat Ilahi, tidak ada yang terluput dari perhatian dan tanpa campur tangan Tuhan. Dalam pemahamannya, Tuhan adalah Sang Pencipta yang selalu aktif berkarya.

Tanggapan pemazmur yang paling spontan adalah sorak-sorai dan sukacita, bukan biasa-biasa saja. Ketika kita menyadari bahwa “hari” adalah buah paling nyata dari Tuhan yang terus berkarya, mau tidak mau kita akan masuk dalam sebuah perayaan sukacita besar. Sukacita sejati muncul ketika kita memiliki kemampuan untuk senantiasa melihat Tuhan yang terus bekerja.

Situasi “hari” istimewa seakan dijungkirbalikkan dengan wabah virus Covid-19 yang  memprihatinkan kita semua. Ancaman wabah ini telah menimbulkan kepanikan dan juga ketakutan. Bukan hanya khawatir terpapar virus itu, tetapi juga khawatir akan perekonomian dan dampak sosialnya. Keputusasaan karena hilangnya pekerjaan, kesedihan mereka yang terinfeksi, apakah terisolasi dari orang yang dicintai, kekhawatiran, kengerian, kemarahan, dan kesedihan akibat kematian orang yang dicintai. Di hari istimewa yang dijadikan Tuhan,  tidak ada sorak dan sukacita. Suara Tuhan tak terdengar dan seakan Ia tidak lagi aktif berkarya.

Kendati demikian, wabah Covid-19 yang terjadi, telah menumbuhkan rasa kerelaan berkorban dan membangkitkan solidaritas sesama manusia. Ada perwujudan belarasa dengan memberikan sumbangan sebagai bantuan kemanusiaan bagi pihak-pihak yang membutuhkan dalam upaya penanganan, penyediaan APD, bantuan untuk keluarga prasejahtera, bantuan bagi orang-orang yang kehilangan pekerjaan dan mata pencaharian.  Semua itu diberikan dengan tulus, rela, antusias, dan gembira.

Waktu berjalan dan kita semua tidak tahu, seberapa lama lagi wabah ini akan berlalu. Pada saat yang sama, pemazmur juga menyadari bahwa kenyataan hidup tidaklah senantiasa bisa dipastikan. Selalu ada saat di mana manusia masuk ke dalam situasi yang tidak menentu. Kemampuan untuk melihat Tuhan yang terus berkarya harus disertai juga dengan kesadaran bahwa manusia tetap sepenuhnya bergantung pada Tuhan. Demikianlah, selain menyuarakan keyakinan akan Tuhan yang terus berkarya dalam hidupnya, pemazmur menyampaikan permohonan: “Ya Tuhan, berilah kiranya keselamatan! Ya Tuhan, berilah kiranya kemujuran” (ay. 25).

Pemazmur memperlihatkan cara beriman yang seimbang. Di satu pihak, ia melihat Tuhan dengan kacamata baru, memahami “hari” waktu hidupnya sebagai bukti campur tangan Tuhan secara langsung. Meskipun demikian, di lain pihak, ia juga terus merendah seolah tidak punya kepastian, kapan Tuhan sungguh akan menolongnya. Ketika segalanya masih tidak pasti, seruan itulah yang layak kita gemakan tiap kali kita bangun. Sungguh, hari ini adalah hari yang dijadikan Tuhan, ya Tuhan berilah kiranya keselamatan, berilah kiranya kemujuran, Tuhan tolong aku hari ini…!

Ya Tuhan, berilah kiranya keselamatan! Ya Tuhan, berilah kiranya kemujuran! Mari kita doakan untuk keselamatan, kemujuran, kebijaksanaan dari segenap upaya pemerintah berikut TNI dan Polri, tenaga medis, komunitas, segenap insan, dan kita semua. Agar segenap upaya mulia tersebut, dapat menghantar bangsa Indonesia dan umat manusia, mampu melewati masa-masa amat sulit ini dengan sebaik-baiknya dan pada akhirnya kita semua bersama-sama akan tiba pada waktunya wabah berlalu. Bersama pemazmur, kita berseru, Inilah hari yang dijadikan Tuhan, marilah kita bersorak-sorak dan bersukacita karenanya!