“Tidak semua arwah orang yang sudah meninggal bisa masuk ke dalam Surga. Ada yang masuk ke Purgatorium (api penyucian). Ada pula yang masih gentayangan di tempat penantian dan belum dapat kembali ke rumah Tuhan,” demikian kata Romo Suherman dalam Seminar Mengenal Realita Roh dan Kuasa Gelap, dengan Komunitas Tri Tunggal Maha Kudus sebagai penyelenggara.

Seminar ini berlangsung pada hari Sabtu, tanggal 5 Oktober 2019, di Gedung Karya Pastoral – St. Thomas Rasul, disampaikan oleh RD. FX. Suherman,PR sendiri sebagai narasumbernya.

Menurut Romo Suherman, roh yang gentayangan itu berada di Alam Antara. Roh inilah yang sangat perlu didoakan, karena jika tidak didoakan biasanya mereka bergentayangan dan akan diperalat oleh dukun ilmu hitam menjadi roh jahat.

Roh jahat atau kuasa gelap ini akan mengganggu dan menguasai manusia sehingga menjadi sakit dan kerasukan. Penyakit yang disebabkan oleh kuasa gelap, sulit disembuhkan secara medis. Hanya mereka yang diberi Karunia Roh Kudus- lah yang dapat menyembuhkannya.

Roh Kudus adalah Karya Allah yang penuh kekuasaan, menyinari jiwa manusia dengan terang-Nya.
Dalam pelayanan doa pelepasan, hendaknya jangan dalam keadaan luka batin dan berbeban berat. Ini berbahaya karena bisa menjadi bumerang. Kita harus percaya bahwa roh gentayangan itu ada, agar bisa melakukan doa pelepasan.

Yang bisa memanjatkan doa untuk mereka adalah orang-orang yang masih hidup. Oleh karena itu, setiap dua bulan sekali, Gereja Sathora selalu mengadakan Misa Arwah. Bagi umat yang ingin mendoakan arwah keluarga atau orang-orang yang dikasihinya, hendaknya membawa foto foto almarhum.

Bagaimana mengetahui bahwa roh gentayangan itu ada?

“Cobalah beri sesajen sederhana berupa segelas kopi. Jika kopi dalam gelas tersebut menjadi berkurang, berarti disitu ada roh gentayangan.”

Ketika Romo Suherman mengatakan kalimat di atas, tiba-tiba lampu monitor mati !

Suasana jadi mencekam, para peserta seminarpun terdiam semua. Sepi! Barangkali hanya Romo Herman yang tahu, mengapa lampu monitor padam.

Seminar yang diikuti 400 peserta dari berbagai paroki disampaikan dengan lugas, diselingi humor sehingga tidak menakutkan. Seminar dimulai jam sembilan pagi, diakhiri dengan tanya jawab hingga pukul tiga sore. (Samaria).