Urusan berbagi sudah tidak asing lagi bagi Lilis yang akrab dipanggil Mami Cencen.

Belasan tahun lamanya ia mengabdikan dirinya merawat suaminya yang sakit, mencari nafkah untuk kedua anaknya, biaya berobat suami, dan kebutuhan hidup sehari-ha ri.

Dimasa-masa yang amat sulit itu, ada banyak cerita sedih, seru, lucu, tangis dan tawa mewarnai hidupnya.

Setiap kali ia mengantar suaminya yang tercinta ke Rumah Sakit St. Carolus, Jakarta Timur untuk cuci darah, dia ikatkan tubuh suaminya itu ke pinggangnya. Selain memboncengkan suaminya, ia sekalian membawa dagangannya untuk dijual di rumah sakit. Padahal Cencen belum mahir mengendarai motor.

Biaya cuci darah tidaklah murah, namun selalu ada pertolongan melalui orang-orang yang baik. Mereka membantunya baik secara materi maupun mendukung secara moril. Dagangan Cencen selalu ludes dibeli para dokter, suster dan keluarga pendamping pasien cuci darah.

Setelah suami tercinta pergi menghadap Tuhan, kini Cencen mempersembahkan hidupnya dengan berbagi kepada sesama. Pengalaman selama mendampingi suaminya telah mendatangkan banyak teman dan saudara. Berbagi dengan sesama adalah ungkapan rasa syukurnya kepada Tuhan atas pertolongan-Nya yang tiada henti.

Berkat Tuhan selalu mengalir lewat saudara dan teman-temannya bagaikan hujan yang tercurahkan dari langit. Sebagian pendapatannya dia sisihkan, kemudian dia alirkan lagi untuk siapapun yang membutuhkan. Maka Cencen sering mengadakan acara jual sembako murah dan Open House.

Hatinya yang penuh sukacita itu tersirat dari wajahnya. Selalu bersemangat dan tertawa lepas.
Salut , Mami Cencen! Tuhan selalu memberkatimu sekeluarga.

Ditulis: Cipik