Pagi itu, saya pribadi merasa agak sedikit males untuk keluar rumah. Apalagi malem sebelumnya saya baru saja merasa sangat jengkel, sehingga rasanya nggak mood untuk hadir dalam acara gereja apa pun. Tapi karena sudah janji mau hadir, saya mengarahkan diri saya menuju gereja Sathora. Yep, Sabtu (30/3) kemaren ada acara KRK dan adorasi bersama Pastor Jusuf Halim, SVD, sebagai salah satu gawean dari wilayah Petrus selaku panitia Paskah 2019. Dan ketika saya tiba di lokasi, saya mendengar info bahwa setidaknya acara ini dihadiri oleh 600 umat. Seorang teman bahkan berkisah bahwa dirinya nggak kebagian tiket. Wauw.

Saya memilih tempat favorit saya : paling belakang. Dari belakang ini lah saya bisa melihat situasi dengan leluasa. Well yah, namanya juga KRK. Maka nggak heran kalau lagu-lagu yang dibawakan bernuansa karismatik, dengan worship leader dari Nafiri Vocal Group. Saya bukan tipikal orang yang karismatik banget, tapi nggak berarti kalau saya nggak bisa mengikutinya. Kelar sesi pujian, baru lah Pastor Jusuf hadir. Bukan seorang pastor yang tinggi besar, malah sepertinya sudah berusia. Saya sempat mengira bahwa acara ini akan berjalan membosankan, seperti kebanyakan acara seminar rohani pada umumnya. Tapi saya salah! Justru saya dan umat yang hadir banyak dibuat tertawa oleh gaya penyampaian Pastor Jusuf yang santai dan jenaka ini.

Meski begitu, Pastor Jusuf tahu kapan saatnya bercanda dan kapan saatnya serius. Ada beberapa momen dimana Pastor Jusuf terdengar serius, dan saya tahu bahwa itu adalah salah satu poin penting yang mau disampaikan pada umat. Hoho, tidak. Saya tidak akan membaginya disini. Tidak etis. Hahaha. Baik, saya lanjutkan. Ketika tiba saatnya adorasi Sakramen Maha Kudus, saya pribadi jujur tidak menyangka bahwa Monstran akan dibawa berkeliling. Ini salah satu momen langka, karena dalam adorasi Jum’at pertama, Monstran hanya berada di tengah altar. Saya dapat melihat bahwa umat sungguh merindukan lawatan Tuhan dalam momen ini. Oh yah, saya juga sempat berlinang kok. Tapi setelahnya saya pribadi merasa lebih siap untuk menghadapi apa yang harus saya hadapi.

Tidak seorang pun yang pulang dengan tangan kosong. Bukan saja karena setiap umat membawa pulang konsumsi yang sudah disiapkan oleh panitia, tapi juga karena kami mendapat sesuatu dalam hati kami. Paling tidak, saat adorasi berlangsung. Saya pribadi sebenarnya juga langsung lupa dengan setiap ucapan yang disampaikan oleh Pastor Jusuf dalam pengajarannya, karena saya tidak mencatatnya. Namun saya nggak akan pernah bisa lupa sapaan Tuhan dalam hati saya.

Ovlicht