PHILO memandang takjub kepada pasangan lansia yang masih sehat itu. Padahal usia mereka lebih dari delapan puluh tahun.

Pemandu acara atau MC mendekati pasutri tersebut sambil bertanya lantang: “Opa Kun dan Oma Beth… ck ck ck… luar biasa. Apa sih resepnya pada usia perkawinan emas ini kok masih langgeng dan segar?”

Tidak ada jawaban. Opa Kun cuma memandang istrinya. Oma Beth melirik sang suami dalam diam. MC tak kurang taktik. Lanjutnya, ” Kalau begitu saya  tanya Opa, ya. Selama berumah tangga dengan Oma, pernahkah Opa marah-marah kepada Oma atau dimarahi Oma habis-habisan? Atau apakah saat marah saling mendiamkan, tidak mau bicara?”

Opa menjawab malu-malu, “Belum pernah.”

“Apakah Oma pernah menyuruh Opa mengepel lantai atau mencuci kamar mandi tiap hari?”

Opa terkekeh seraya menggelengkan kepala.

“Apakah Oma pernah ngambek, lalu pulang ke rumah orang tuanya?”

Opa menjawab cepat, “Tidak pernah, Pak.”

MC tersenyum nakal. “Jadi, buat apa Opa menikah kalau sama saja seperti waktu bujangan dulu?”

Para undangan tergelak, termasuk anak-anak Opa Kun. Kemudian MC berkata dengan mimik menyesal, “Sorry ya Opa, saya cuma bercanda.”

Dalam homili, Pastor Mardio berkata, “Inilah contoh perkawinan yang bahagia. Awet jodoh. Resepnya cuma satu kata: Kasih.  Bahagia bukan diukur dari banyaknya materi atau seringnya tour ke mancanegara, melainkan seberapa tinggi kadar kasih di dalam keluarga.”

Menurut Pastor, “Kasih sejati berawal dari empati. Turut merasakan apa yang dirasakan orang lain. Empati melahirkan rasa saling mengerti, saling peduli, tidak dendam, rela berkorban, tidak perhitungan, tidak sombong atau sok gengsi.”

Philo mesem-mesem melihat papa dan mamanya saling berpegangan tangan dengan mesra. Opa Ben mendelik. Philo kembali mematung.

Lanjut Pastor, “Tapi jangan sekali- kali beranggapan bahwa dapat bertahan sampai enam puluh tahun menikah itu sebagai sebuah prestasi. Sebenarnya, itu terjadi karena kasih karunia atau anugerah Allah semata. Manusia bisa sungguh-sungguh mengasihi, lebih-lebih Allah.”

Sejarah kisah kasih Allah sudah dimulai sejak Adam dan Hawa. Bila  kasih ibu sepanjang masa, maka kasih Allah sepanjang zaman. Allah selamanya menghendaki manusia selamat walaupun mereka tak jera-jeranya berbuat dosa.

Pastor mengajak berimajinasi. Yang pertama-tama kisah cinta kasih Allah kepada manusia banyak terdapat dalam Kitab Suci sebagai surat cinta Allah untuk manusia.  Allah dengan tegas bersabda melalui Nabi Yehezkiel bahwa Dia sebagai Gembala akan memelihara, melindungi, serta menyelamatkan orang- orang percaya, yakni domba-domba-Nya.

Dari kisah-kisah dalam Kitab Suci terbukti bahwa Allah menepati sabda-Nya. Pengampunan dan keselamatan diberikan sekalipun kepada mereka yang berdosa berat, seperti Kain, Daud, Saulus, Agustinus, bahkan mereka yang menyalibkan Yesus.

Natal adalah pemenuhan janji keselamatan Allah dengan mengutus Yesus Kristus, Sang Gembala yang Baik. Puncak dari cinta kasih Allah adalah penebusan dosa oleh penderitaan dan kematian Yesus Kristus.

Namun, keselamatan yang kita terima gratis tersebut, lebih dulu harus beriman. Kita tidak perlu menyombongkan diri.  Keselamatan itu bukan karena jasa kita, melainkan karena kelimpahan kasih Allah, sebab Kristus telah lebih dahulu menebus kita ketika kita masih berdosa.

Dengan Natal, kita diingatkan akan perbuatan kasih Allah.  Pada hari ini hendaknya Opa dan Oma diingatkan pula akan perbuatan-perbuatan cinta kasih pasangannya selama ini. Kebahagiaan itu bukan ditemukan, akan tetapi harus diciptakan sendiri dan diperjuangkan di dalam rumah tangga. “Kiranya Opa dan Oma dapat menjadi tanda dan sarana Allah dalam mengamalkan cinta kasih bagi keluarga dan sesama.” Demikian pesan Pastor Mardio.

Di tengah acara ramah-tamah, Philo iseng bertanya kepada orang tuanya, ” Hmm… kapan ya Papa dan Mama merayakan kawin perak?”

Balas papanya, ” Setelah kamu nikah, Bro. Kapan kamu nikah?”

Philo mati kutu.

Opa Ben tertawa, “Hahaha…. Kena kau!”

Ekatanaya