Lahir : Semarang, 7 April 1942
Tahbisan : Jakarta, 25 Januari 1978
Karya di Paroki Sathora : 1994 – 2003
Wafat : Jakarta, 15 Maret 2003

SETELAH LULUS SMA Warga di Solo pada tahun 1963, Wiyanto bekerja di Bank Perkembangan Ekonomi Indonesia (BPEI) Semarang. Kemudian tahun 1967 pindah ke BPEI Jakarta. Ketika BPEI bangkrut, Wiyanto kemudian kerja di Kompas Gramedia. Sambil bekerja, ia mengikuti pendidikan teologi di STF Driyarkara dan bersahabat erat dengan Romo LBS Bambang Wiryowardoyo, Pr. Berkat dukungan kakaknya Romo Abbas Frans Harjowiyoto, OCSO, Mgr. V. Kartosiswoyo, Pr, Romo Magnis Suseno, Sj. Romo Kersten SJ (alm), serta Romo Verhaak, SJ, Wiyanto akhirnya ditahbiskan imam di Paroki Katedral, Jakarta, pada tanggal 25 Januari 1978.

Romo Wiyanto merupakan salah satu pioneer imam diosesan KAJ. Pencinta masakan Padang ini memiliki perawakan tinggi besar dan suara menggelegar. Ia adalah pecinta musik liturgi dengan keahlian memainkan orgel pipa. Ia merasakan bagaimana pada awalnya imam diosesan harus berjuang di KAJ untuk dapat diterima karena umat sudah terbiasa dengan imam tarekat.

Selama hidupnya Romo Wi memiliki perencanaan dan program-program yang cukup tajam serta visi yang jauh ke depan. la berani mengambil keputusan besar dan menanggung segala konsekuensinya. Itu tampak ketika membangun gereja Pulomas, Kelapa Gading dan Wisma Unio Indonesia serta berusaha membangun proyek pusat pembuatan Orgel Pipa di Indonesia. Banyak karya besar yang dihasilkannya.

Ketika stroke menimpanya, maka ketabahan dalam penderitaan adalah kekuatannya. Itu dijalaninya selama bertahun-tahun. Sebelum Tuhan memanggilnya pulang,
Romo Wi masih berkesempatan untuk merayakan Pesta Perak Imamatnya yang diselenggarakan pada tanggal 25 Januari 2003. Perayaan Ekaristi pada saat itu langsung dipimpin oleh Bapak Uskup Julius Kardinal Darmaatmaja, SJ, dengan sangat meriah. Romo Wi merasa sangat bahagia seperti halnya yang pernah dirasakan oleh Santo Petrus ketika Yesus dipermuliakan di Gunung Tabor yang merupakan tema misa minggu itu.