HAGAR membanting dirinya di atas kasur.  “Ellyas…!” jeritnya di dalam hati.  Ia sungguh tak mengira, lelaki yang dulu memintanya menjadi ratu di istana nan indah ini, sekarang  malah mempersilakannya pergi kapan saja ia mau.   Oohh…. Hagar menatap langit-langit kamar.   Tiba-tiba,  langit-langit itu berubah menjadi  layar  yang memutar film masa lalunya.

Lima  tahun  silam,  Hagar menemui Yakub, pemuda yang menjadi pacarnya selama tiga tahun.  Ada hal serius yang harus dibicarakan.

Hagar  memutuskan hubungan dengan Yakub karena ia akan menikah dengan Ellyas, pria mapan yang sudah agak berumur, berbeda usia dua puluh tahun.  Ia yakin  sudah mendapat seorang lelaki yang mantap!  Banyak uang, rumah mewah siap dihuni, mobil mahal berderet siap pakai, dan… dengan usia yang terpaut jauh pasti Ellyas akan bersikap kebapakan sekali.

Berbeda sekali  dengan Yakub yang masih muda belia.  Ia baru mulai merambah ladang kehidupan,  masih belum punya apa-apa!  “Menunggu Yakub sampai seperti Ellyas, harus berapa tahun lagi? Aku sudah keburu tua!”   Hagar bernafsu sekali membayangkan  dirinya  menjadi Nyonya Ellyas.

Yakub muda sangat terpukul. Tidak ada yang memperhatikan ia  berjalan pulang, membungkuk sambil tangannya merambah tembok-tembok rumah yang dilaluinya.

Malam itu, Hagar bermimpi menjadi seorang lady, turun dari mobil Ferari. Ia mengenakan gaun seksi nan anggun, sepatu  bertumit runcing, tangannya menggenggam tas kecil bermerek.

Pada malam yang sama Yakub tersungkur di kamar kosnya dengan badan berkeringat dingin. “Hagar, aku tak akan melupakan hari ini…”

Persiapan perkawinan Hagar dan Ellyas berjalan lancar sekali. Uang Ellyas tidak terbatas. Hagar memilih hotel termewah sebagai Wedding Reception-nya. Dipilihnya Bridal House yang paling terkenal dan gaun pengantin yang gemerlap. Kue pengantin sembilan tingkat dengan hiasan bunga-bunga warna pink dan putih nan romantis. Namun, Hagar lupa menjaga garis batas tingkah lakunya. Dia sudah bertingkah seperti nyonya besar di depan pegawai Ellyas. Padahal hari peresmian menjadi Nyonya Ellyas masih enam bulan lagi. Tetapi Hagar sudah mendatangi kantor Ellyas setiap hari; keluar masuk ruang kerjanya untuk urusan yang tidak penting. Ellyas  jadi  merasa terganggu.

Semakin hari Ellyas semakin tidak senang pada kelakuan Hagar. Sampai pada suatu hari, Hagar masuk lagi ke ruang Ellyas  seenaknya. Ellyas benar-benar marah.

Kata Ellyas dengan gusar, “Hagar! Ingin kubatalkan saja rencana perkawinan kita. Sifat aslimu semakin kelihatan. Kantor ini bukan milikmu! Tingkah lakumu benar-benar mempermalukan aku! Semua karyawan menertawakan dirimu di belakang kita, tahu!”

“Aku akan menjadi istrimu, Ellyas! Aku kemari untuk memastikan bahwa sekretarismu tidak menggodamu. Mestinya kau pecat siapa yang berani menertawakan istri bossnya!” jawab Hagar keras kepala.

“Pulang!! Nanti kita bicara di rumah! Sekarang aku harus kerja. Kau pulang!” perintah Ellyas. Amarahnya bukan main.…

Singkat cerita, pesta perkawinan tetap berlangsung megah. Namun, Ellyas menggandeng mempelai wanitanya berjalan menuju pelaminan dengan hati terganjal.  Sedangkan Hagar berjalan anggun sekali, menggenggam buket pengantin di tangan kirinya, dan tangan kanannya membalas gandengan Ellyas. Ia menyebarkan senyum bahagianya kepada seluruh hadirin.

Seusai pesta…

Setiap hari Hagar memendam kecewa. Ellyas tidak pernah merencanakan bulan madu yang romantis ke Eropa. Ellyas tidak pernah bicara tentang Sakramen Perkawinan di gereja dan catatan sipil. “Kita cukup memanggil seorang pengacara,”  katanya.

Pengacara membuatkan Surat Perjanjian.  Ellyas memberikan sejumlah uang untuk Hagar, satu kali itu saja, dan Hagar tidak berhak menuntut apa pun  lagi, selamanya. Hagar boleh tinggal di rumah Ellyas, hanya selama Ellyas memperkenankannya.

Hagar menandatangani surat tersebut dengan hati sakit. Berarti, Ellyas tidak mau meresmikan dirinya menjadi istrinya.

Angan-angan Hagar yang melambung tinggi, terjun terhempas keras. Ia selalu uring-uringan.   Hatinya sangat mendambakan pelukan dan belaian mesra suaminya. Mana…  rasa kebapakan Ellyas yang memanjakannya bak putri raja…? Yang didengarnya malahan ancaman, ”Kalau kau tidak puas, silakan pergi kapanpun kau mau! Kita tidak punya ikatan resmi. Kau hanya menginginkan uangku,  jadi yang kuberi hanya uangku.  Bukan kasih sayangku sebagai suami. Beruntunglah  pemuda miskin yang kau tinggalkan itu karena ia tidak menerima  cinta palsumu.”

Hagar ingin pergi, tapi ia sudah terlanjur menampilkan dirinya sebagai nyonya konglomerat. Kalau ia angkat kaki dari rumah itu, lalu mau tinggal di mana?  Hagar tak sanggup menanggung malu. Maka, ia bertahan terus tinggal di dalam rumah Ellyas.  Ia terus berusaha bersikap  manis agar Ellyas tidak mengusirnya. Terusss… sampai  bertahun-tahun lamanya.

 

Sepuluh Tahun Kemudian

Pada suatu hari Hagar membaca surat kabar.  Ada iklan peresmian Arts Gallery & Auction House (Sanggar Seni dan Rumah Lelang). Matanya membesar sewaktu membaca  nama yang sangat dikenalnya.

“Yakub! Kau sudah menjadi orang sukses sekarang!” Mendadak hatinya kecut. Andaikan dulu aku setia padanya….

Hagar memandangi dirinya di cermin, ia masih cantik.  Mudah-mudahan, masih ada sisa-sisa cinta di hati Yakub untuknya. First Love Never Dies. Siapa tahu, kalimat itu benar adanya.

Yakub menerima ucapan selamat dari Hagar dengan ramah. Reuni pertama menuai sukses. Hagar  menganggapnya sebagai lampu hijau. Maka, Hagar menjadi berani untuk lebih sering mengontak Yakub.

Suatu hari, di depan Yakub, Hagar meratap sendu ketika bercerita tentang  perlakuan Ellyas terhadap dirinya. Yakub hanya mendengarkan cerita Hagar sambil memandanginya lekat-lekat. Sampai Hagar berkata, “…Yakub, kaulah cinta pertamaku. Begitupun aku adalah cinta pertamamu. Maukah kita bersama kembali? Kita sudah saling mengenal sifat masing-masing.  Jadi, tidak sulit lagi untuk bersatu ‘kan?”

Jawaban Yakub sangat di luar dugaan!

“Kau keliru, Hagar! Aku bukan Yakub yang dulu. Kau memang cinta pertamaku. Tetapi, itu tidak penting  lagi bagiku karena aku sudah berlabuh pada Sarah! Aku tidak akan berpaling darinya. Hingga kapanpun! Dia mendampingi aku dari titik nol, menapak hidup selangkah demi selangkah hingga sekarang. Senyumnya selalu memulihkan keletihanku sepulang bekerja. Teriakan anak-anak kami yang melompat-lompat kegirangan menyambutku turun dari mobil, memberiku tenaga yang luar biasa untuk terus bekerja keras demi kebahagiaan mereka.

Apa buktinya kau mencintaiku?  A Kiss Goodbye  karena engkau menikahi  Ellyas?!  Kau sendirilah  yang membunuh kisah indah kita. Sekarang, setelah tahu kemajuanku, kau kepingin melanjutkan cinta kita?!  Maaf! Sekali lagi, semua itu sudah mati kau bunuh! Jadi kuminta, berhentilah menemui aku. Selamat tinggal, Hagar!”

Yakub berdiri meninggalkan Hagar. Tidak didengarnya lagi seruan Hagar yang memanggil-manggil namanya.

Hagar menjerit keras di kamar tidurnya. Meraung-raung. Ellyas membuka pintu,  memandang Hagar dengan jengkel. “Sekali lagi kudengar jeritanmu, kupanggil  psikiater untuk membawamu ke rumah sakit jiwa!” Dherr...!  Ellyas kembali ke kamarnya sendiri.

Hagar menghentikan suaranya. Ia berjalan sempoyongan ke dapur; membuka lemari es, meraih botol dan meneguknya. Ia tak peduli apa yang diminumnya. Matanya berkeliling memandangi dapur mewah itu.

Istana Ellyas nan indah dan megah.…  Tetapi, setiap hari sang ratu  hidup di dalamnya dengan ratapan dan air mata.

Xu Li Jia