INDONESIA punya trio Srikandi Corona virus disease (Covid-19), yaitu  Sita Tyasutami, Maria Darmaningsih, dan Ratri.

Paroki Bojong Indah-Gereja Santo Thomas Rasul (Sathora) juga punya pahlawan Covid-19. Mereka adalah pasangan suami-istri (pasutri) Andreas-Cynthia yang mau berbagi pengalaman sebagai pasien Covid-19.

Keterbukaan ini sangat membantu umat untuk lebih memahami liku-liku gejala dan bagaimana menghadapi penyakit ini.

Pengalaman pasutri Andreas-Cynthia tersebut dibagi dalam dua momen: pra perawatan dan masa perawatan.

Pra Perawatan
Gejalanya berawal pada 18 Maret 2020, dengan batuk dan hidung kanan terasa tersumbat. Badan mulai demam hingga 37.5°C. Untuk mendapatkan kejelasan, Andreas-Cynthia memeriksakan diri ke Laboratorium Prodia. Hasilnya, negatif demam berdarah, chikungunya, maupun tipus. Kemudian suhu badan mencapai 38.5 °C dan napas serasa orang tenggelam. Gejala ini berlangsung hingga hari ketujuh.

Rasa khawatir terjangkit Covid-19 mendorong Andreas-Cynthia memeriksakan diri ke RS Pondok Indah, Puri Indah. Dari hasil computed tomography (CT Scan), disimpulķan bahwa mereka berdua terjangkit Covid-19 karena adanya Ground Glass Opacity (GGO) yang merupakan ciri khas Covid-19.

Masa Perawatan
Berbekal surat rujukan dari rumah sakit dan perjuangan mereka, pada hari kedelapan (25 Maret 2020) Andreas-Cynthia masuk isolasi mandiri di Wisma Atlet, Kemayoran. Untuk sampai ke Wisma Atlet, pasutri ini harus berjuang mulai dari menghubungi 112, 119, dan mencari informasi dari saudara yang bertugas sebagai dokter di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD).

Di samping itu, Andreas dan Cynthia juga memberitahukan kondisinya kepada pengurus Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW) yang kemudian mengkoordinasikan dengan pihak Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Kelurahan untuk melakukan swab test pada anak-anak dan tante Cynthia. “Puji Tuhan, hasilnya semua negatif,” ujar Andreas.

Dua belas hari pertama hingga 29 Maret 2020 adalah masa kritis; demam 38.5°C, batuk, mual, sesak napas serasa dibenamkan di dalam air, menjadi penderitaan dari hari ke hari.

Suplemen, madu, vitamin C, dan ayam yang dimasak bersama angkak (ayam cau) menjadi menu santapan setiap hari. “Hari yang menggembirakan pun tiba pada hari ke-13 (30 Maret 2020), kondisi kesehatan kami membaik,” ujar Andreas yang bekerja sebagai staf penjualan pompa pada perusahaan swasta.

Rangkaian pemeriksaan rapid test dan swab test pun dijalani, sambil menunggu hasil. Hari-hari penantian untuk pulang ke rumah dihabiskan dengan olahraga dan berjemur matahari, serta video call dan hubungan telpon.
Sebagai pasien di Wisma Atlet, mereka harus bisa mandiri mengurus unit apartemen dan mengambil makanan.

“Untung ada Cynthia yang lebih mampu beraktivitas dan membantu saya ketika dalam kondisi tidak berdaya,” tutur Andreas yang menikahi Cynthia pada tahun 1996.

Saat yang dinanti yakni boleh pulang ke rumah, tiba pada hari ke-28 (21 April 2020). “Semua biaya pengobatan dan perawatan ditanggung negara. Syarat boleh pulang, bila hasil swab test telah negatif,” tambah Andreas.

Pikiran Terbagi
“Saat di Wisma Atlet, pikiran kami juga terbagi ke rumah mengingat kedua putri kami dan tante Cynthia yang sudah berusia 80 tahun,” tutur Andreas yang telah lama bergabung dengan Sub Seksi Tata Tertib Paroki Bojong Indah.
“Rasa galau, cemas, serta khawatir apakah kami dapat melalui semua ini dengan aman, menjadi pikiran yang terus menghantui kami,” tambah pria yang aktif di Seksi Pelatihan dan Pengkaderan (PeKad) Paroki Bojong Indah ini.

Misa dan doa rosario secara virtual, serta doa pribadi, menjadi ritual mereka dalam mengisi hari-hari isolasi di Wisma Atlet. “Berita negatif mengenai Covid-19 di media sosial ikut mengganggu perasaan kami. Sempat juga tebersit di dalam hati, apakah saya akan meninggal karena penyakit ini?” kenang Andreas.

“Perbincangan lewat telpon dan video call dengan sahabat-sahabat di lingkungan dan paroki, termasuk Romo Paroki yang mendoakan dalam Misa harian secara virtual sungguh menguatkan mental dan rohani saya,” tutur anggota Panitia Pembangunan Gereja Baru (PPGB) di Puri Indah ini.

Mengenai keluarga di rumah, pasutri ini sangat bersyukur karena sahabat-sahabat di Lingkungan Santo Petrus 4 serta teman-teman sekomunitas dan separoki menjadi perpanjangan tangan Tuhan untuk ikut memberi perhatian dan penguatan.

“Dalam doa, saya berjanji jika dapat melewati semuanya ini, nantinya saya akan semakin baik dalam pelayanan dan juga mengembangkan diri agar lebih bermakna bagi orang lain karena kami serasa diberi kesempatan mengalami kehidupan kedua,” demikian komitmen suami Cynthia yang berprofesi sebagai psikolog.

Puji syukur memenuhi jiwa dan raga pasutri Andreas-Cynthia setelah mengalami mukjizat kesembuhan dari Tuhan. Relasi Andreas-Cynthia sebagai suami-istri semakin diteguhkan, semakin saling mengasihi. Terima kasih tak terhingga mereka haturkan kepada sahabat-sahabat atas doa dan bentuk perhatian lainnya.

Kini, pasca kesembuhannya, Andreas bergabung dalam tim Sathora Mendampingi, yang melayani pendampingan medis dan rohani, terutama bagi umat terkait Covid-19, baik Orang Dalam Pemantauan (ODP), Pasien Dalam Pengawasan (PDP), maupun Orang Tanpa Gejala (OTG).

“Sungguh ajaib karya kasih Tuhan bagi kami,” seru Andreas-Cynthia.

Bill Toar