T: Pak Henry, saya E, ibu rumah tangga, 45 tahun.

Selama masa pandemi Covid-19, saya sering merasa ketakutan dan cemas luar biasa, terlebih sejak salah satu kerabat suami meninggal dunia karena Covid-19. Seluruh badan saya bisa sampai kejang, pandangan kabur sampai mau jatuh, keringat dingin, dan dada terasa sangat sesak. Bagaimana mengatasinya ya?

J:  Ibu E yang baik.

Sejak pandemi ini mulai melanda dunia, memang mulai ada gangguan mental baru (tapi lama) yang disebut corona phobia, fobia/ketakutan yang sangat berlebihan terhadap virus Corona. Dalam praktik saya pun, baik pada saat masih bisa dilakukan di klinik maupun secara online seperti sekarang, ada beberapa kasus fobia Corona.

Sebenarnya, gangguan ini merupakan jenis gangguan kecemasan (anxiety disorder) yang sudah ada sejak dulu, hanya subjek pemicunya yang berubah. Namun, berbeda dengan kasus kecemasan pada umumnya, hal ini menjadi lebih kompleks karena memang faktor pemicu tersebut masih ada, bahkan masih baru, dan, bisa jadi, dekat dengan hidup kita.

Tapi, ada hal menarik yang saya dapatkan dari hasil sesi terapi yang saya lakukan tersebut. Ternyata, selain faktor takut akan penyakit dan kematian, banyak yang justru lebih bersumber pada kekhawatiran akan stigma yang bisa menyertai. Stigma-stigma, seperti memalukan, dianggap sebagai sumber penyakit, dianggap seperti bukan manusia lagi, harus dijauhi, bikin masalah untuk keluargam, dll, ternyata bagi banyak orang (Indonesia) malah lebih mencemaskan daripada penyakitnya sendiri.

Itu pula yang bisa jadi menjadi faktor mengapa banyak kasus pasien yang berbohong mengenai latar belakang dan statusnya hingga menyebabkan banyak kerugian bagi tenaga-tenaga medis. Terkesan sangat tragis, tapi begitulah yang terjadi pada pikiran manusia yang sejak kecil sudah sangat kental dengan budaya “menjaga martabat” atau “jangan bikin malu keluarga”.

Lalu, bagaimana cara mengatasi kecemasan ini?

Sebenarnya, mirip dengan teknik mengatasi gangguan kecemasan:

  • Pikiran manusia mempunyai bagian yang disebut RAS yang membuat kita menjadi sensitif dengan sesuatu yang menjadi fokus pikiran kita. Saya pernah membahasnya dulu pada saat menceritakan bagaimana kita lebih sering menemukan mobil atau hape yang sedang ingin kita miliki. Sama kasusnya jika setiap saat Anda mendapatkan asupan berita dan kisah (entah benar ataupun hoax) yang selalu berkisar mengenai kengerian karena virus tersebut. Jadi, sudah cukup sekarang! Ubah asupan informasi yang diterima, berhenti membaca berita-berita seperti itu lagi dari media manapun (apalagi jika berbentuk tayangan video atau multimedia). Berhenti membicarakannya dengan siapapun baik secara langsung maupun lewat chat! Mulailah fokuskan diri Anda dengan hal-hal yang lebih positif dan menyenangkan, temukan cara untuk bisa tetap melakukan hal-hal yang Anda sukai sebelumnya, mungkin dengan penyesuaian tertentu.
  • Jika Anda masih ingin mengetahui kabar-kabar yang berhubungan dengan pandemi, fokuskan hanya pada berita-berita yang bersifat positif. Sebenarnya, berita positif juga tidak kalah banyaknya dengan yang negatif.  Sayangnya, pikiran manusia memang lebih mudah tertarik pada hal-hal yang negatif (apalagi yang terkesan sensasional) daripada yang positif. Berita positif juga akan membawa pengharapan dan pengharapan akan menjadi fondasi yang sangat kuat untuk bisa mengatasi gangguan kecemasan.
  • Setiap kali Anda merasakan cemas, pejamkan mata sejenak dan fokuskan diri pada bagian tubuh mana yang paling merasa tidak nyaman oleh perasaan tersebut. Gunakan imajinasi Anda untuk membayangkan suatu bentuk objek tertentu pada bagian tubuh itu (misalnya, seperti ada batu menindih di dada, dll) dan kemudian hancurkan dan buang objek tersebut dengan imajinasi Anda.
  • Bersyukur atas apa pun yang masih bisa Anda miliki atau lakukan, apa pun itu. Misalnya, langit semakin bersih dan biru, punya waktu lebih banyak dengan keluarga, dll.

 

Semoga berhasil. Tuhan memberkati!