Hari ini kuangkat Engkau, ya Tuhan sebagai kekasih

Hari ini kuangkat Engkau sebagai Pendamping,

Dan aku berani membuktikan bahwa Engkau lebih baik daripada sebelumnya

Dan aku berani membuktikan bahwa aku akan lebih baik daripada sebelumnya

Saya yakin dengan didampingi Engkau, saya akan lebih hebat lagi.

(petikan puisi Nyai Hj.Masriyah Amva) – Seorang Feminis Yang berani melawan arus patriaki, sampai mendapat pengakuan sebagai Ulama Perempuan.    

 

Dewan Paroki, Romo dan Staf Gereja berkunjung ke Pondok Pesantren Kebon Jambu, Babakan, Ciwaringin- Cirebon pada tanggal 9-10 September 2019

Di Pintu Gerbang rombongan kami disambut dengan pencak silat Tapak Suci. Kalau di Jakarta – dalam budaya betawi  seperti penyambutan PALANG PINTU.

Kami tiba sekitar jam 10.40 Wib, panas mulai terik, namun tak mengurangi antusiasme Romo FX. Suherman, DPH Pendamping dan para Karyawan Gereja Katolik Santo Thomas Rasul yang berkunjung ke Pondok Pesantren Kebon Jambu, Babakan, Ciwaringin- Cirebon.

Rombongan kami diiringi tepuk tangan meriah dari para santri yang berdiri disepanjang kiri kanan gerbang. Suasana religious, hangat dan ramah, dan santun mulai terasa, para santri dan Kyai Haji Husein Muhammad (Seorang ulama – tokoh Feminis Islam yang memiliki kharisma) serta  Nyai Haji Masriyah Amva, Pendiri Pondok Pesantren Kebon Jambu.

Ponpes ini memang terbuka dengan seluruh umat pemeluk agama lain,Etnis yang berbeda, dan sudah terbiasa mendapat kunjungan international dari berbagai Negara. Hari itu kebetulan ada seorang ulama dari Yaman – yang juga Guru Besar di salah satu universitas Hadhramaut.

Pondok Pesantren Kebon Jambu berdiri 20 November 1993, didirikan oleh K.H Muhammad dan Nyai Haji Masriyah Amva, dibawah Naungan Yayasan Tunas Pertiwi. Visi Pesantren : terwujudnya manusia pandai, terampil dan berakhlagul kharimah”.

Berawal dari kematian suaminya, Nyai Haji Masriyah Amva benar-benar terpuruk, kala itu jumlah santri yang masih mondok disana ada 350 orang. Pesantren tradisional yang sangat patriaki, yang tidak menerima kepemimpinan perempuan. Seorang perempuan janda, dengan 4 anak serta 350 Santri, pondok ini akan bangkrut jika tidak ada pemasukan, membuatnya gelisah. Ia pun menerima diskriminasi , termasuk dikalangan ulama. Seorang ulama mengatakan “ tahu tidak, kamu tidak ada apa-apanya, nol besar, pesantren ini lebih maju karena menantu dan anak kamu pintar, mereka laki-laki khan?

Saat itu Masriyah kaget, lalu ia berkata : “iya ,saya Nol besar , tetapi saya tidak ingin Nol besar,” ia masuk kamar dan  menangis disana. Dalam Perenungannya yang panjang, ia berjumpa dengan Allah secara pribadi , dan itu mengubah seluruh hidupnya. Pondok yang mulanya hanya 350 orang dan banyak yang pamitan, akhirnya berkembang menjadi 1400 orang, laki-laki dan perempuan.

Kyai Haji Husein seorang ulama popular dan berkharisma , beliau ini tokoh islam yang banyak berbicara tentang pluralism, kesetaraan Gender dan pejuang dialog antar iman, sebuah buku beliau yang mengangkat tema sufisme , dialog antar agama dan kebangsaan.

Kami yang hadir saat itu terkagum-kagum dengan kedalaman batin kedua tokoh ini. Filosofinya sangat dalam dan tajam menyangkut pluralism. Saat itu hadir juga Seorang Ulama dan Guru besar Universitas Hadrahmaut dari Yaman , juga memberikan sedikit wejangan untuk kami dengan bahasa arab. dan diterjemahkan dalam bahasa Indonesia tentang pengakuan nabi ISA dan mukzizat2nya.

Satu hal yang mengangumkan adalah para Santri itu bangun jam 03.00 dinihari untuk mengaji, mendengarkan ceramah dan pengajaran dan baru beristirahat kembali jam 23.00 tanpa istirahat, semua hal ditempat itu dikerjakan sendiri. Termasuk masak, bersih-bersih tempat tinggal dan mencuci. Sungguh sesuatu yang luar biasa buat kami , anak-anak usia SMP, SMA dikota mana mau seperti ini. Berada di Pesantren sungguh ini sebuah dimensi yang berbeda dalam kehidupan modern.

Obrolan siang itu diakhiri makan bersama, kami di jamu dengan makanan khas dari desa Kebon Jambu , ada pecak terong ungu, Jantung pisang sambal trasi, aneka lalapan, ayam kampung  goreng, tempe goreng, sayur bening oyong dan timun, serta bakso.

Kehangatan dan cinta yang tulus masih terasa di hati kami, kata karyawan Gereja katolik yang mayoritas muslim “ kami senang dapat pengalaman baru, dan berkunjung ke pesantren yang kami belum pernah ketahui sebelumnya, sehingga kami punya wacana yang berbeda”

Mengutip kalimat penutup dari Romo Fx. Suherman dalam sambutan itu “Kami berterimakasih atas sambutan yang hangat dan ramah, kami tidak mengira ada begitu banyak mutiara-mutiara hikmat yang yang dapat kami bawa sebagai oleh-oleh.

Kekuatan iman dan mengandalkan DIA, kita yang bukan apa-apa akan di naikkan derajadnya, semula dunia memandang kita bukan siapa-siapa, kini dunia melihat kita siapa,  membuat kita tidak dipandang remeh oleh orang lain, begitu kata Hajjah Masriah , itu mirip seperti Mazmur 118:6 “ Jika Allah dipihakku, siapa dapat melawanku”    

Written by Tere 12 Sept 2019