Malam itu, barangkali Dewa Langit sedang ngamuk berat. Hujan terjun bebas dari langit derasnya bukan main. Air di got besar meluap sampai tidak kelihatan lagi batasnya, mana jalanan dan mana tepian got itu.

“Ya Tuhan…. tolonglah, jangan sampai motorku mogokkkk..,” Novi berdoa di atas motornya. Di bawah kegelapan langit ia jalan terus menerobos banjir di sepanjang jalan Taman Pemakaman Umum Tegal Alur.

Puji Tuhan! Berhasil juga Novi mencapai tempat tujuannya. Kala itu ia mengantarkan sebuah kacamata seseorang yang ketinggalan di Mal Puri Indah, Jakarta Barat.

Novi melongo memandangi upah yang diterimanya. “Pak, ini kebanyakan! Tarifnya hanya Rp.39 ribu,” katanya.

“Ambillah! Itu rejekimu! Jangan ditolak,” kata si bapak pemilik kacamata.

“Duh! Terima kasih banyak ya, Pak! Tuhan memberkati keluarga Bapak.” Novi pamit dengan penuh sukacita.

Bapak itu membayar Novi lima kali lipat dari tarif seharusnya. Pasti ia mengerti betul perjuangan Novi menembus hujan deras dan menantang bahaya terperosok ke dalam parit, demi mengantarkan kacamatanya.

Bagi Novi, ia percaya penuh bahwa setiap rejeki yang diterimanya adalah jawaban atas Doa Permohonannya ketika ia mulai menjalani profesi sebagai ojek online (ojol).

Nama lengkap tukang ojek yang satu ini adalah Maria Magdalena Noviana. Panggilan sehari-harinya adalah Novi atau Nopek, atau Cipik. Setiap nama pasti ada sejarahnya masing-masing. Namun untuk mudahnya kita panggil saja Novi.

Novi dengan “belahan jiwa”nya yang setia.

Pekerjaan sebagai tukang ojek didominasi oleh kaum Adam mengingat kerasnya pengalaman hidup di jalanan. Tetapi bagi Novi, mencari nafkah sebagai ojol dijalaninya saja tanpa dirasakan sebagai suatu penderitaan.

Sedari kecil, Novi memang tak pernah bisa diam. Memancing, main gundu, layangan, main sepak bola, bahkan ikutan memanjat pohon walaupun kemudian ia tidak bisa turun.

Menginjak remaja ia ikutan jadi misdinar, lektor, sekolah minggu. Dia juga ikutan paduan suara sekalian jadi dirigennya. Belum lagi di sekolahnya dia aktif di Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS), Jambore Pramuka, dan macam-macam aktivitas lainnya yang terlalu banyak bila disebutkan satu persatu.

Sebenarnya, dulu Novi pernah bekerja di Kawasan Industri Pulogadung, Jakarta Timur. Namun karena ingin bekerja yang bukan kantoran, maka ia mengundurkan diri. Sejak itulah ia bekerja serabutan.

Untuk menafkahi keluarganya, menanggung ibunya yang sudah sebelas tahun tak berdaya karena stroke, Novi berjualan kerupuk gendar. Ia titipkan jual di restoran, warteg, toko kelontong, dan lain-lain.

Nah, dari situ timbul ide untuk sekalian nggojek daripada motornya kosong sepulang mengantar gendar.

Lantaran ia mengenakan jaket Gojek itulah, orang-orang sering memanggilnya, “Oom! Maaas….! Bang! Pak!”. Bahkan seringkali malah “Engkoh!” Tetapi dia tak pernah ambil pusing dikira lelaki, padahal wajahnya cukup manis karena murah senyum.

Pengalaman di jalanan dan aneka masalah yang datang silih berganti adalah sekolah yang membuatnya mengerti arti kata Bersyukur.

Suatu hari Novi nyaris frustrasi karena tidak ada order. Pada pukul 19.30, Novi sedang nongkrong di trotoar di depan Mal Puri Indah bersama ojol lainnya. Tiba-tiba masuklah pesanan untuk mengambilkan kacamata ketinggalan yang diceritakan tadi di atas. Tuhan tahu, hari itu Novi belum dapat uang. Maka itu Tuhan memberi Novi rejeki lebihan walaupun harus berjuang ekstra.

Ada lagi pengalaman lain. Keesokan hari setelah mengantar kacamata, Novi menggojek di Teluk Gong, Jakarta Utara. Waduh…. motornya mogok! Mana matahari sudah tenggelam.

Syukur Tuhan! Ada teman ojol di sekitar situ yang mengantarnya ke bengkel terdekat. Padahal bengkel itu sudah hampir tutup. Begitulah… Novi merasakan betul kekuatan doa syukur dan setiakawan sebuah komunitas.

Terkadang dia harus mengantar barang. Novi memarkir motornya, lalu dia harus jalan kaki menenteng barang itu ke tempat yang jauh dari tempat parkiran. Padahal barang itu beratnya bukan main!

Tak jarang Novi salah masuk tower. Jadi ia harus keluar dari tower yang salah, dan pasti butuh waktu lagi untuk jalan kaki menuju tower yang seharusnya. Begitulah repotnya jadi tukang antar barang ke kantor atau apartemen.

Gara-gara Google Maps salah, Novi pernah kesasar masuk Taman Pemakaman Umum Karet Bivaks ! Astagaaaa…… Ternyata makna peribahasa Malu Bertanya Sesat di Jalan memang benar adanya.

Kira-kira terbayangkah, Pembaca, bagaimana kerasnya perjuangan seorang ojek online? Hanya Tuhanlah andalan Novi selama dalam perjuangannya menggapai tiap Rupiah yang menjadi haknya.

Novi berdoa, menangis, tertawa, teriak, bahkan menyanyi sendiri di atas soulmate -nya , yaitu si Black Sweet Motor Beat. Motor itu adalah hadiah dari teman-teman Stella Duce-nya dahulu agar Novi dapat mencari nafkah. Sungguh, Novi sangat berterima kasih pada mereka.

Hujan, panas, macet, Google Maps ngawur, order fiktif, pelanggan yang ramah dan jutek (untung lebih banyak pelanggan yang ramah daripada yang jutek), mengantuk dan capek, kesal hati karena orderan anyep (istilah ojol yang susah sekali mendapat pesanan) semua itu mengisi hari demi hari lembaran kehidupannya.

Sekarang rambut Novi sudah mulai ber-silver. Kehidupannya secara materi pas-pasan. Pas butuh pas ada. Pas Kurang, Tuhan Cukupkan.

Terus menjadi Novi yang positif.

Diakuinya, sering terbersit rasa minder dan frustrasi melihat teman-temannya banyak yang sudah menjadi orang sukses, berlimpah materi. Namun hati mereka tetap kaya untuk melayani Tuhan.

“Aku kemudian berpikir, akupun bisa juga kaya namun rendah hati untuk melayani sesamaku dengan hati gembira. Jadi tidak perlu menunggu berlebihan materi dahulu agar bisa membantu orang lain. Dalam kekuranganku, ada banyak orang lain yang lebih susah dariku yang dapat kubantu,” kata Novi.

Dua tahun belakangan ini selain berprofesi sebagai juragan gendar dan ojol, Novi juga dipercaya Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE) Santo Thomas Rasul untuk mengembangkan program hidroponik di Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) Cempaka Rawa Buaya, Jakarta Barat. Program hidroponik ini menjadi alat pemersatu yang bagus sekali antara umat Katolik di Sathora dengan masyarakat non-Katolik.

Novi masih punya waktu dan tenaga pula untuk membantu Ayo Sekolah Ayo Kuliah (ASAK), PSE dan gizi balita. Karena mengikuti aneka macam kegiatan inilah, Novi jadi semakin mendapat banyak teman dan saudara. Kekayaan tersendiri yang tak dapat diukur dengan uang.

“Aku akan terus menjadi Novi yang positif, karena Tuhan selalu mencukupkan aku, ” tutup Novi dengan senyum manisnya.          ( Sinta Monika  seperti yang diceritakan oleh Novi)