Seminar LGBT, Gereja Kristus Salvator tgl. 10 Maret 2019
“Hidup ini tidak hanya terdiri dari hitam dan putih. Ada banyak Grey Area.” Kata Rm. Andang L. Binawan SJ dalam seminar LGBT, Minggu 10 Maret 2019 di gereja Kristus Salvator, Slipi.
Tuhan menciptakan laki-laki dan perempuan, diberi nama Adam dan Hawa. Namun ternyata ada banyak manusia yang tidak berada di dalam dunia lelaki dan perempuan secara jelas. Mereka adalah golongan Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender.
Di antara kalangan LGBT, yang kelihatan menyolok adalah para transgender. Sedangkan kaum lesbian dan gay dapat menyembunyikan kelainan orientasi seksualnya sehingga mereka kelihatan wajar-wajar saja.
Nama lain untuk para transgender atau kaum waria adalah transeksual dan transpuan. Transgender merasa ada ketidak sesuaian antara gender dengan jenis kelamin biologisnya. Karena itu ia sering melakukan operasi di sana-sini sebagai penyesuaian eksternal dengan internal (presentasi Rm. Andang). Fisiknya berwujud laki-laki, akan tetapi jiwa, perasaan dan cara berpikirnya adalah perempuan.
Waria berbeda dengan gay meskipun sama-sama tertarik pada lelaki. Tingkah laku waria lemah gemulai, sedangkan gerak gerik gay tetap macho atau maskulin. Namun mata seorang gay tidak akan terpesona memandangi kecantikan seorang gadis. Malahan ia sangat tidak suka melihat tubuh perempuan, seperti yang diakui oleh Yulius Lukmana (mantan gay) dalam seminar LGBT tersebut.
Gereja Katolik tidak dapat mendukung Perkawinan Sejenis, karena hakekat suatu perkawinan adalah untuk membuahkan keturunan. Bila seseorang menikah dengan sesama jenis, maka tentu saja tidak akan dapat menghasilkan anak. Akan tetapi, para LGBT tidaklah berdosa selama mereka tidak melakukan interaksi seksual yang tidak sesuai dengan kehendak Tuhan.
Jadi bagaimana kita harus bersikap apabila menemukan orang yang seperti itu?
“Terimalah dahulu mereka sebagai sesama manusia ciptaan Tuhan. Biar bagaimanapun, mereka adalah saudara kita. ” Jawab Rm. Andang.
Sikap menerima dan menghormati martabat mereka sebagai manusia disebut Acceptance. Acceptance bisa dilakukan karena wawasan berpikir manusia semakin bijaksana mengikuti perubahan jaman.
Jika pada jaman dahulu kaum pria berlaku superior, kini kaum perempuan dihormati haknya setara dengan pria. Seratus tahun yang lalu, manusia berkulit putih menempati kasta tertinggi diantara ras lainnya di dunia ini. Di jaman sekarang semua warna kulit adalah sama dan sederajat.
“If someone is gay and he searches for the Lord and has good will, who am I to judge?” kata Bapak Suci Paus Fransiskus. (terjemahan : Bila seseorang adalah gay, dan dia mencari Tuhan serta memiliki niat yang baik, siapakah yang berhak menghakimi saya?)
Kita semua adalah ciptaan Tuhan, dan sama-sama sebagai orang yang berdosa. Yang berbeda adalah gender, latar belakang kehidupan, budaya dan kebiasaan masing-masing. Maka hendaknya kita saling menghargai perbedaan dengan tidak menghakimi mereka yang berbeda itu sebagai pihak yang bersalah atau berdosa.
Sebagai narasumber pertama di seminar hari itu, Rm. Andang memberikan penjelasan secara ilmiah tentang masalah kejiwaan dunia LGBT ini. Secara terperinci dijelaskannya satu persatu arti kata gender, intersex (seseorang yang tidak dapat diidentifikasi sebagai lelaki atau perempuan) , heteroseksual (tertarik pada lawan jenis), aseksual (tidak tertarik pada siapapun baik lawan jenis maupun yang sejenis) dan panseksual (tertarik pada siapapun) .
“Empat tahun pertama dalam kehidupan seorang anak laki-laki, kehadiran figur ayah secara fisik dan hubungan emosional sangatlah diperlukan.” Kata Yulius Lukmana.
Ia menyadari bahwa orientasi seksualnya berbeda dari teman-temannya pada saat di bangku SMP. Beruntung, ketika ia berterus terang kepada ibunya, ibunda segera membawanya ke psikolog. Yulius dapat disembuhkan. Ia kini menjadi pria normal, menikah dan mempunyai dua anak laki-laki. Yulius menjalani tanggungjawabnya sebagai seorang ayah yang sangat mencintai keluarganya.
“Apabila bapak atau ibu mempunyai anak atau saudara yang kelihatan gejalanya seperti (saya) ini, janganlah dimusuhi! Melainkan berikanlah pembimbingan agar dia nantinya bisa tumbuh dan berkembang menjadi baik. Berikan edukasi dan keterampilan setinggi mungkin. Karena hanya melalui pendidikanlah para waria dapat menafkahi dirinya sendiri . Tidak sekedar menjajakan diri sebagai PSK (Pekerja Sex Komersial). Mencari uang sebagai PSK yang berkeliaran di jalanan inilah yang membuat para waria menjadi sampah masyarakat.” Pinta Mami Yuli, Ketua Forum Komunikasi Waria Indonesia.
Cerita perjalanan hidup Mami Yuli (narasumber kedua), dan Yulius Lukmana (narasumber ketiga) akan disajikan secara terpisah dari liputan ini.
Ada banyak sekali kisah sedih yang teramat pedih melukai kehidupan para LGBT terutama transpuan. Mereka berada dilapisan masyarakat yang paling hina dan menjadi bahan tertawaan orang lantaran tingkah lakunya. Mereka jadi bulan-bulanan kekerasan, baik secara fisik maupun verbal dari para petugas ketertiban. Bahkan para waria yang sudah meninggalpun masih harus menemui kesulitan untuk dimakamkan secara layak sebagai manusia ciptaan Tuhan.
Semua itu karena mereka terjerembab ke dalam identitas kelabu, sebuah neraka kehidupan di dunia yang nyata.
Sinta.