APAKAH Anda pernah jatuh cinta? Bagaimana rasanya jatuh cinta? Apa yang terjadi saat kita jatuh cinta? Orang yang jatuh cinta selalu ingin berjumpa dengan orang yang dicintainya. Orang yang jatuh cinta merasa kurang cukup bila ia berjumpa hanya seminggu sekali dengan orang yang dicintainya. Ia ingin berjumpa setiap hari atau malah setiap waktu. Hal yang sama terjadi pada orang yang melakukan Pujian dan Penyembahan.
Satu hal yang harus sungguh-sungguh disadari bahwa orang yang memuji dan menyembah Tuhan belum tentu mencintai Tuhan. Orang yang mencintai Tuhan pasti selalu memuji dan menyembah Tuhan.
Sesungguhnya seseorang dapat melakukan Pujian dan Penyembahan karena ada cinta di dalam dirinya. Pujian dan Penyembahan merupakan ungkapan cinta yang bergelora, sama seperti orang yang sedang jatuh cinta.
Gelora cinta membuat Pujian dan Penyembahan sejati tidak dilakukan hanya sekali waktu saja. Pujian dan Penyembahan yang terjadi karena cinta akan menjadi lebih intensif. Pujian dan Penyembahan yang benar tidak dilakukan secara sembarangan atau serampangan. Pujian dan Penyembahan yang sejati dan benar akan dilakukan secara teratur pada waktu-waktu tertentu.
Sebagian orang yang terpengaruh ajaran fundamentalis menganggap bahwa Pujian dan Penyembahan merupakan sesuatu yang sungguh-sungguh baru. Bagi kelompok fundamentalis, Pujian dan Penyembahan merupakan sebuah revolusi dalam beribadat. Sebagai sebuah istilah dan bentuk atau gaya beribadat, mungkin Pujian dan Penyembahan dianggap sesuatu yang baru.
Kenyataannya, bila dilihat dari hakikatnya, Pujian dan Penyembahan sudah ada dalam Gereja Katolik sejak lama. Pujian dan Penyembahan sudah ada sejak awal mula Gereja Katolik berkembang (LaudisCanticum, Konstitusi Apostolik mengenai Madah Pujian, Paragraf 1 dan 2, Bina Liturgia 2F, Obor, Jakarta, 1988, hlm. 561).
Dalam Gereja Katolik, Pujian dan Penyembahan yang sudah ada sejak awal mula, dilakukan lima kali dalam sehari. Dalam Gereja Katolik, Pujian dan Penyembahan ini dikenal dengan istilah lain, Ibadat Harian. Inti Ibadat Harian adalah pujian bagi Allah dan pengudusan manusia dalam sehari.
Gereja Ortodoks Timur menyebut Ibadat Harian dengan istilah Pujian Ilahi. Karena, sesungguhnya poros utama Ibadat Harian adalah pujian. Konstitusi tentang Liturgi, Sacrosanctum Concilium mengatakan, “Berdasarkan Tradisi kristiani kuno, Ibadat Harian disusun sedemikian rupa, sehingga seluruh kurun hari dan malam disucikan dengan pujian kepada Allah (No. 84). Pujian akan karya keselamatan Allah yang ajaib. Doa permohonan mengalir dan bertumbuh dari pujian (E. Martasudjita, Liturgi, Pengantar untuk Studi dan Praksis Liturgi, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 2011, hlm. 217).
Dengan kata lain, Ibadat Harian merupakan bentuk Pujian dan Penyembahan resmi milik Gereja. Ini berarti bahwa sebelum kelompok Kristen Karismatik menegaskan pentingnya untuk melakukan Pujian dan Penyembahan, Gereja sudah melakukan Pujian dan Penyembahan dalam Ibadat Harian sejak awal mula.
Santo Ignatius dari Antiokhia mendorong umat untuk melakukan doa Gereja ini yang merupakan cikal-bakal terbentuknya Ibadat Harian, sudah sejak awal abad kedua (E. Martasudjita, Liturgi, Pengantar untuk Studi dan Praksis Liturgi, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 2011, hlm. 211). Susunan doa yang menyerupai Ibadat Sore mulai dikenal sejak akhir abad keempat. Kitab Didakhe (50-70 M), surat Klemens dari Roma (96-98 M), surat Pilinus kepada Trajanus (112 M), Klemens dari Aleksandria (150-215 M), dan dokumen Gereja pada abad-abad pertama menyingkap mengenai aktivitas ibadat ini (Bernardus Boli Ujan SVD, Memahami Ibadat Harian, Penerbit Ledalero, Maumere, 2003, hlm. 19-22).
Pada dasarnya Ibadat Harian meneruskan tradisi berdoa dalam agama Yahudi pada waktu-waktu tertentu. Tradisi doa yang pertama dilakukan oleh orang Yahudi saat bangun tidur dan menjelang tidur, dengan mendaraskan shema yang serupa dengan pengakuan iman (Ul. 6:4-7, 11:19). Tradisi doa Yahudi lainnya melakukan doa tiga kali sehari, doa petang, doa pagi, dan doa siang hari (Dan. 6:11, Ydt. 9:1, 12:5-6, Mzm. 55:17-18). Gereja meneruskan dan mengembangkan tradisi doa ini, karena umat Kristen memiliki kerinduan yang besar untuk berkumpul dan berdoa bersama sejak awal lahirnya Gereja Perdana (Kis. 1:14, 2:42). Ini sesuai dengan Sabda Yesus sendiri; agar berdoa senantiasa (Luk. 18:1).
Pada mulanya ibadat ini dilakukan oleh umat bersama-sama dengan uskup di tempat uskup bersangkutan, pada pagi hari dan sore hari. Ibadat ini dikenal dengan tipe katedral. Beberapa waktu kemudian, dikenal dengan tipe monastik yang merupakan ibadat yang dilakukan oleh para rahib. Kedua tipe ini membentuk tata susunan dan waktu ibadat harian Gereja, khususnya melalui usaha penyusunan oleh Santo Benediktus dari Nursia sejak abad keenam. Struktur ibadat terus berkembang hingga diperbarui dalam konsili Vatikan kedua (E. Martasudjita Pr, Liturgi, Pengantar untuk Studi dan Praksis Liturgi, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 2011, hlm. 212).
Secara sederhana, Ibadat Harian yang diterjemahkan dari kata Latin Liturgia Horarum adalah ibadat yang dilakukan pada waktu-waktu tertentu dalam satu hari. Ibadat Harian terbagi dalam lima bagian ibadat:
- Ibadat Bacaan, biasanya dilakukan pada waktu dini hari atau beberapa jam sebelum Ibadat Pagi.
- Ibadat Pagi, dilakukan sebelum fajar menyingsing.
- Ibadat Siang. Ada tiga pilihan, dilakukan sebelum tengah hari (sekitar pukul 9 pagi), pada tengah hari (pukul 12 siang) atau sesudah tengah hari (sekitar pukul 15).
- Ibadat Sore (sekitar pukul 17)
- Ibadat Penutup, dilakukan menjelang istirahat malam.
Ibadat yang berporos pada Ibadat Pagi dan Ibadat Sore, sudah ada sebelum munculnya agama Islam yang lebih dikenal dengan agama yang memiliki ibadat lima waktu. Ibadat ini merupakan ibadat resmi Gereja. Ibadat resmi Gereja adalah ibadat yang dilaksanakan oleh Gereja Universal atau Gereja di seluruh dunia. Ini berarti bahwa Ibadat Harian adalah ibadat yang tidak hanya dilakukan oleh kaum rohaniwan dan rohaniwati saja, tetapi dapat dilakukan pula, bahkan dianjurkan oleh seluruh umat yang ada di seluruh Gereja.
Ibadat Harian merupakan ibadat yang kaya. Bacaan dan doa-doa Ibadat Harian merupakan sumber kehidupan Kristen (Institutio Generalis de Liturgia Horarum, Pedoman Ibadat Harian No. 18 Par.3). Ibadat Harian memiliki banyak unsur. Secara umum, Ibadat Harian dibuka dengan sebuah aklamasi pembuka. Kemudian dilanjutkan dengan Madah dan pendarasan tiga buah Mazmur serta Bacaan Singkat.
Dalam Ibadat Bacaan, ada bacaan kedua selain Bacaan Singkat yang selalu dikutip dari Kitab Suci. Bacaan kedua dapat diambil dari tulisan para kudus, para Bapa Gereja atau dari buku-buku rohani lainnya. Setelah bacaan, dilanjutkan Saat Hening sejenak dan Lagu Singkat yang menanggapi Bacaan Singkat.
Setelah Lagu Singkat disusul dengan sebuah Kidung. Kidung dalam Ibadat Pagi adalah Kidung Zakharia. Kidung dalam Ibadat Sore adalah Kidung Maria. Kidung dalam Ibadat Penutup adalah Kidung Simeon. Kemudian dilanjutkan dengan Doa Permohonan dan doa Bapa Kami untuk Ibadat Pagi dan Sore. Ibadat diakhiri dengan Doa Penutup.
Struktur yang ada di dalam Ibadat Harian merupakan panduan dasar. Struktur bersifat baku, namun tidak kaku (Institutio Generalis de Liturgia Horarum, Pedoman Ibadat Harian No. 246-252). Ada keterbukaan, terutama terhadap variasi dan eksresi dalam doa atau nyanyian.
Banyak orang masih merasa bahwa semua Liturgi harus diatur secara ketat. Paham Liturgi yang kaku dan otoriter telah ditolak secara formal oleh Konsili Vatikan Kedua (Pembaharuan Ibadat Harian, Bina Liturgia 6, Obor, Jakarta, 1988, hlm. 64-65). Pembaruan yang dilakukan oleh Konsili membuat Liturgi menjadi realitas yang hidup. Kaum awam memiliki kebebasan dan keleluasaan yang lebih besar dalam menggunakan setiap bagian yang ada di dalam Ibadat Harian (Seth H. Murray, Lord Open My Lips, North Bay Books, El Sobrante California, 2004, hlm. 22).
Sejak pertama kali diterbitkan pada tahun 1992, buku doa dan nyanyian Puji Syukur memasukkan Ibadat Harian, khususnya Ibadat Pagi, Ibadat Sore, dan Ibadat Penutup di dalamnya. Puji Syukur merupakan bentuk nyata dalam mewujudkan harapan Gereja; agar umat awam turut mendaraskan Ibadat Harian bersama imam atau bersama kaum religius lainnya atau bersama komunitas awam lainnya (Sacrosanctum Concilium, No. 100). Ironisnya, tanggapan atas upaya tersebut masih minim. Sudah berapa banyak orang yang mengetahui Ibadat Harian dan berapa banyak orang yang telah memanfaatkannya?
Seharusnya, seseorang yang sungguh-sungguh terpanggil dan menjadikan Pujian dan Penyembahan sebagai way of life tidak hanya membatasi kecintaannya pada Ekaristi saja, yang memang merupakan Pujian dan Penyembahan yang paling utama dalam penghayatan iman Katolik. Seharusnya, para penyembah yang mencintai Ekaristi, membuka diri pula, bahkan mencintai dan terdorong untuk melakukan Pujian dan Penyembahan dengan lebih teratur dan lebih intensif dalam Ibadat Harian.
Menjalankan Ibadat Harian secara rutin dan teratur akan memberikan manfaat yang besar:
Pertama, melatih kedisiplinan, kesetiaan, dan ketekunan. Disiplin, setia, dan tekun merupakan modal utama untuk menjadi pribadi yang kuat, matang, dan dewasa.
Kedua, menumbuhkan pola dan sikap hidup yang senantiasa bersyukur, bersukacita, dan bersandar pada Allah.
Ketiga, semakin akrab dengan Kitab Suci. Bacaan singkat yang ada di dalam Ibadat Harian selalu dikutip dari Kitab Suci.
Keempat, semakin akrab, semakin menghargai dan mencintai Kitab Mazmur. Kitab Mazmur merupakan sumber doa yang kaya (Institutio Generalis de Liturgia Horarum, Pedoman Ibadat Harian No. 106-107).
Kelima, pembelajaran teologis dan spiritualitas para Bapa Gereja. Hampir dalam setiap pendarasan Mazmur diawali dengan tulisan para Bapa Gereja. Ada dua bacaan yang disediakan di dalam Ibadat Bacaan. Pertama, Bacaan Singkat dikutip dari Kitab Suci. Kedua, bacaan yang dapat diambil dari tulisan para orang kudus, khususnya para Bapa Gereja. Bacaan dari para Bapa Gereja ini dapat dicari di toko-toko buku rohani atau di Komisi Liturgi KWI.
Keenam, pembelajaran sekaligus menumbuhkan apresiasi terhadap aspek seni yang ada dalam Ibadat Harian. Madah-madah yang ada dalam Ibadat Harian amat puitis. Hal ini akan turut mempengaruhi dan membangun jiwa yang puitis, yang mencintai keindahan secara signifikan.
Ketujuh, turut memelihara dan mengembangkan tradisi Gereja. Menumbuhkan kesadaran memiliki kekayaan ritual Gereja dan juga rasa dimiliki oleh Gereja.
Kedelapan, Ibadat Harian membangun sikap sosial. Berdoa dengan Ibadat Harian berarti berdoa bersama Gereja (SC No.99) untuk Gereja dan dunia. Berdoa dengan Ibadat Harian dapat menumbuhkan empati terhadap sesama, karena kita mendoakan sesama di dalam Ibadat Harian. Kita bersyafaat dalam Ibadat Harian. Pater Wim van der Weiden MSF mengatakan, “Bersama dengan Tuhan yang mulia, Gereja menyembah Bapa dalam doa pujian dan doa permohonan, atas nama dan demi kepentingan seluruh umat manusia (Wim van Der Weiden MSF, Mazmur dalam Ibadat Harian, Kanisius, Yogyakarta, 1991, hlm.11).
Kesembilan, menumbuhkan dan mengarahkan diri pada doa kontemplatif. Saat hening yang disediakan dalam Ibadat Harian merupakan sarana yang efektif untuk melatih diri dalam doa kontemplatif.
Ibadat Harian dapat menjadi Lectio Divina karena ada saat merenungkan bacaan dalam setiap Ibadat Harian. Ibadat Harian dapat membangun pribadi yang profetis, karena kita selalu diarahkan untuk memandang dan mendengarkan suara Allah.
Dalam Ibadat Harian, kita bersama seluruh Gereja memaklumkan kepercayaan dan mengungkapkan serta mengobarkan harapan bahwa kita akan turut ambil bagian dalam kegembiraan pujian kekal dan menikmati hari yang tidak mengenal senja (Institutio Generalis de Liturgia Horarum, No. 16, Bina Liturgia 2F, Obor, Jakarta, 1988, hlm. 579).
Ibadat Harian bukan ibadat “kelas dua” dan bukan ibadat yang bersifat “boleh dilakukan, boleh tidak dilakukan”. Ibadat Harian sungguh-sungguh merupakan ibadat yang vital. Sebenarnya, seluruh umat beriman mempunyai kewajiban tertentu terhadap Ibadat Harian dalam pengertian secara umum (Pembaharuan Ibadat Harian, Bina Liturgia 6, Obor, Jakarta, 1988, hlm. 82).
Kewajiban ini ditegaskan bukan semata-mata sebagai sebuah aturan. Kewajiban ini ditegaskan karena Ibadat Harian memang merupakan bagian dari kebutuhan hidup kita.
Sebuah mata uang memiliki dua sisi yang saling berhubungan. Ibadat Harian dan Ekaristi mempunyai hubungan yang tak terpisahkan, seperti dua sisi mata uang. Ibadat Harian dapat menumbuhkan cinta yang semakin besar terhadap Ekaristi. Di sisi lain, Ekaristi semakin meneguhkan semangat untuk melakukan Ibadat Harian dengan lebih intensif. Umat Allah memuji Tuhan setiap waktu berkat Ibadat Harian dan Ekaristi.
Hendra Sumakud