Oleh Penny Susilo
PAGI yang cerah. Jam sudah menunjukkan pukul tujuh, tapi Ira masih berleha-leha di tempat tidur. Hari ini adalah hari pertama liburan sekolah dimulai. Gadis kecil berusia sepuluh tahun itu duduk di kelas 5 SD “Kasih Ibu”.
Gadis berwajah manis dengan bulu mata lentik dan rambut tergerai sebatas bahu ini tinggal di sebuah rumah yang lumayan besar bersama mama dan neneknya.
Papa Ira baru saja meninggal tahun lalu terkena serangan jantung. Mama, Ira, dan nenek tentu saja sangat terpukul dengan kejadian ini. Bagaimana tidak, sebab mereka telah kehilangan orang yang sangat mereka cintai, yang menjadi tulang punggung kehidupan mereka.
Papa sangat menyayangi Ira. Bahkan dapat dikatakan kalau papa sangat memanjakan Ira, putri tunggalnya. Hampir setiap orang, baik sanak-saudara maupun teman-teman papa selalu mengatakan wajah Ira mirip sekali dengan wajah papa. Papa sangat bangga mendengarnya, mama dan nenek pun demikian. Semua sangat menyayangi Ira. Apa pun keinginan Ira sedapat mungkin akan diberikan oleh papa.
Setiap pagi sebelum papa berangkat kerja, Ira selalu duduk di pangkuan papa. Sambil mengelus-elus rambut Ira, papa selalu berkata, “Rajin belajar, ya Nak. Timbalah ilmu di sekolah sebanyak-banyaknya agar kelak kamu dapat menjadi anak yang Papa banggakan, berguna bagi Tuhan dan sesama.”
Mama dan nenek selalu mengatakan, “Amin” setelah papa berkata demikian. Kemudian Papa akan mencium pipi Ira, lalu berangkat kerja. Begitu yang terjadi hampir setiap pagi. Ira sangat senang dan berjanji kepada papa untuk belajar sebaik mungkin di sekolah. Tak heran, bila sejak kelas 1 SD Ira selalu menjadi juara kelas. Dan papa akan mengabulkan permintaan Ira sebagai hadiah dari prestasinya di sekolah.
Semua hadiah yang diberikan papa, mama, dan nenek selama bertahun-tahun dikumpulkan Ira di dalam kamar tidurnya. Ia selalu membersihkannya dengan baik sehingga selalu tampak baru. Kadang-kadang mama dan nenek ikut juga membantu Ira merapikan dan membersihkannya. Papa, mama, dan nenek sangat bangga pada Ira karena selain pandai di sekolah, ia juga dapat menghargai segala pemberian yang diterimanya.
Di samping hadiah yang diberikan papa, Ira juga sering diajak berwisata ke tempat-tempat yang indah, di dalam maupun luar negeri. Tentu saja mama dan nenek ikut serta. Mereka hidup bahagia. Namun, sekarang semuanya tinggal kenangan….
” Ira… Ira… bangun Nak, hari sudah siang, sebentar lagi ada beberapa tamu yang akan datang melihat-lihat rumah kita,” terdengar suara mama sambil mengetuk-ngetuk pintu kamar tidur Ira.
Ira terjaga dari lamunan. Ya… tidak berapa lama lagi rumah kenangan ini akan dijual oleh mama. Mereka akan pindah keluar kota. Mama telah membeli sebuah rumah mungil namun asri di sebuah kota kecil. Mereka bertiga akan tinggal di sana. Dengan sisa uang dari penjualan rumah kenangan ini, mama dan nenek akan mulai membuka toko yang menjual segala macam kebutuhan rumah tangga.
Ira bergumam, “Selamat tinggal rumah kenanganku…. Papa, Ira akan belajar lebih rajin lagi agar kelak dapat benar-benar menjadi kebanggaan papa, berguna bagi mama, nenek, dan sesama, terlebih berguna bagi Tuhan Yesus. Doakan Ira juga papa, agar di kemudian hari Ira dapat membeli kembali rumah kenangan kita ini. Ira tahu hal ini mustahil terjadi tapi Ira percaya, tiada yang mustahil bagi Tuhan.”