MENJADI pribadi yang rendah hati dan sederhana merupakan tantangan dalam hidup kita yang semakin materialis dan hedonis. Materi menjadi lambang status seseorang. Semakin kaya, semakin tinggi status seseorang.
Menjadi pribadi yang rendah hati dan sederhana juga merupakan tantangan bagi para imam, biarawan, dan biarawati. Terlebih, jika melihat konteks Jakarta, bukan hanya umat, setiap imam, biarawan, dan biarawati akan menghadapi godaan untuk menjadi populer dan hidup dalam kemewahan.
Saya sendiri ingin mengusahakan hidup saya dengan menjadi orang yang rendah hati, taat, dan sederhana. Ketiga nilai itulah yang perlu saya perjuangkan terus-menerus. Menjadi rendah hati dapat saya latih dengan doa.
Romo Marta di Seminari Kentungan pernah berkata bahwa dengan rajin berdoa, ia menjadi semakin rendah hati. Awalnya, saya menyangsikan. Namun, seiring perjalanan waktu dalam doa-doa saya di kapel adorasi waktu itu, saya merasakan bahwa perlahan-lahan saya belajar untuk rendah hati. Di hadapan Allah, saya bukanlah siapa-siapa. Oleh karenanya, saya mau terus belajar untuk rendah hati dengan rajin berdoa di seminari.
Untuk menjadi rendah hati diperlukan ketaatan. Taat bukanlah sesuatu yang mudah jika rasio mulai bermain. Inilah perjuangan yang tiada henti saya olah.
Akan tetapi, Natal yang merupakan perayaan kelahiranYesus Kristus, merupakan teladan kerendahan hati, ketaatan,dan kesederhanaan yang luar biasa. Tuhan yang sudah mulia di Surga mau dating ke dunia untuk menyelamatkan manusia. Ia yang kaya menjadi miskin dan hidup dalam kesederhanaan. TuhanYesus yang taat pada kehendak Bapa-Nya hadir ke dunia untuk menyelamatkan kita.
Menjadi sederhana bagi saya saat menjadi frater bukanlah sesuatu yang sulit. Saya tidak dapat bermegah dengan apa yang saya miliki karena saya bukan berasal dari keluarga berada. Yang menjadi sulit adalah mentalitas sederhana. Menerima apa adanya yang telah disediakan. Tidak menuntut banyak dan tidak mengeluh.
Manusia selalu ingin meminta lebih. Tampaknya mentalitas tersebut juga ada dalam diri saya. Menjadi imam di Jakarta, semua seakan-akan tersedia. Namun, saya belajar untuk bersyukur setiap hari. Sebagai latihan, saya berniat untuk menerima apa adanya. Menggunakan sepeda motor jika saya pergi dengan jarak yang tidak terlalu jauh. Menggunakan fasilitas yang sudah ada.
Natal adalah Tuhan Yesus yang mau turun dari kemewahan Surga ke dunia yang sederhana. Ia mau bergaul dengan manusia dan bersehati dengan manusia. Mari kita rayakan Natal dengan kerendahan hati, ketaatan, dan kesederhanaan. Bukan dengan pesta-pora tanpa batas, seperti memamerkan kekayaan tak terkira.
Yesus yang lahir di kandang domba, kita rayakan dengan berdoa dan berderma.
RD Paulus Dwi Hardianto