Oleh Sr. Maria Monika SND
KETIKA Redaksi MeRasul meminta kepada saya untuk mensharingkan pengalaman lewat tulisan dengan tema Merasul, judul di ataslah yang muncul di benak saya. Merasul adalah sikap total seseorang yang siap diutus ke manapun juga dan melakukan apa pun pekerjaan yang dipercayakan oleh Gereja kepada kongregasi/tarekatnya.
Jiwa seorang rasul diharapkan lepas bebas, tidak terikat oleh tempat tinggal, pekerjaan, tugas, kenyamanan, uang sebagai upah, dsb, sebagaimana disabdakan oleh Yesus:”Serigala mempunyai liang, burung mempunyai sarang, tapi Anak Manusia tidak mempunyai satu batupun untuk meletakkan kepala-Nya.” Yesus telah memberi contoh, lepas bebas, ketika Dia ditolak di Nazaret, Dia pergi ke Kapernaum, dan berkeliling Palestina untuk berbuat baik, menyembuhkan orang sakit, menghidupkan orang mati, mencelikkan orang buta, mengusir setan, dan melakukan banyak mukjizat lainnya.
Seorang rasul mesti percaya dan mengamini penyelenggaraan Ilahi; Tuhanlah yang menjadi andalannya sehingga jika mengalami keberhasilan dia tidak sombong, pun jika gagal dia tidak akan putus asa karena dia sadar bahwa rahmat Tuhan–lah yang membimbing dirinya.
Seorang rasul mesti berjiwa siap sedia kapanpun diutus. Yesus juga melaksanakan itu mengikuti “Suara Bapa yang bergema di dalam nurani-Nya. Dia datang untuk dibaptis oleh Yohanes, untuk memulai karya besar-Nya, berpuasa di padang gurun, dan berkarya sesuai dengan waktu yang ditentukan Bapa-Nya, sesuai dengan ramalan para nabi ribuan tahun sebelum Dia dilahirkan. Oleh karena itu, Dia berkata: “ Aku datang bukan untuk melenyapkan Hukum Taurat, Aku datang justru untuk menggenapinya.”
Para pengikut Yesus disebut para rasul karena mereka menjalankan apa yang diperintahkan Yesus dengan sukarela dan sukacita, bahkan sampai kehilangan nyawanya, tanpa mengharapkan upah (uang) atau imbalan apa pun. Mereka menyebar ke luar Yerusalem setelah Yesus, wafat, bangkit, dan naik ke Surga. Pada saat Pentakosta, Roh Kudus mengobarkan jiwa mereka untuk mewartakan Injil, kabar sukacita kepada seluruh bangsa.
Kehidupan para rasul dihidupi oleh para pertapa, orang yang ingin mengabdikan diri seluruhnya dalam kemuliaan Tuhan dan menjalankan kehendak-Nya. Dalam perjalanan panjang sejarah Gereja, munculah tokoh-tokoh besar yang melahirkan tumbuh berkembangnya kehidupan religius, mulai dari St. Benediktus, St. Scholastika, St. Hironimus, St. Dominikus, St. Fransiskus Assisi, St. Klara, St. Yohanes dari Salib, St. Teresia Avilla, St. Ignasius Loyola, dan masih banyak lagi. Dari para tokoh itu, lahirlah ordo, tarekat, atau kongregasi yang tersebar ke seluruh dunia dengan ciri khasnya masing-masing sesuai dengan kharisma dan spiritualitas sang pendiri.
Di Indonesia, kini begitu banyak kongregasi internasional dan lokal yang lahir dari suatu dioses/ keuskupan dan didirikan oleh uskup atau pastor. Mereka yang menjadi anggota kongregasi disebut biarawan, biarawati, suster, bruder, frater (abadi=yang tidak ditahbiskan sebagai imam) atau yang ditahbiskan disebut imam, entah sebagai imam anggota suatu kongregasi/tarekat/ordo atau imam Diosesan (Projo).
Biarawan/biarawati ada yang menghidupi cara hidup kontemplatif (pertapa) yang mengkhususkan hidup dalam banyak doa dan bekerja hanya di dalam lingkungan biara, contohnya biarawan/biarawati OCSO di Rawaseneng untuk pertapa pria dan di Gedono untuk pertapa wanita, Ordo Santa Clara (para Claris). Mereka menjalani jam doa mulai Jam Ibadat Sabda pukul 03.00, Ibadat Pagi pukul 05.00, dan Ibadat Siang pukul 12.00-13.00, Ibadat Sore pukul 17.00-18.00, Ibadat Penutup pukul 20.00, dan sepenuh hari diselingi waktu meditasi, bacaan rohani, rosario dan devosi serta bekerja di lingkungan biara entah berkebun, beternak, membuat hosti, roti, kasula, kerja tangan lainnya untuk memenuhi hidup mereka. Mereka sering disebut menjalani kerasulan doa sebagai jantung Gereja yang menghidupi Gereja dengan denyut doanya, meski tersembunyi dari keramaian dunia.
Sedangkan ada yang aktif kontemplatif; mereka punya waktu kewajiban doa pagi, siang, sore, malam, meditasi, bacaan rohani, doa Rosario, dan doa devosi lainnya namun waktunya lebih disesuaikan dengan irama karya sesuai dengan kesepakatan komunitas. Para biarawan/wati ini berkarya dalam bidang pendidikan, kesehatan, sosial, pastoral, dan lain-lain. Para biarawan/wati siap diutus ke manapun, dan dalam tugas apa pun tanpa mengharapkan upah /imbalan. Namun, karena zaman sekarang banyak tuntutan pemerintah maka biarawan/wati juga dipersiapkan untuk bekerja sesuai dalam bidangnya dan profesional. Maka, mereka perlu studi lanjut sebagai bekal untuk menjalani kerasulannya secara profesional dan maksimal. Meski demikian tidak menutup kemungkinan mereka juga siap memenuhi tuntutan kongregasinya meskipun itu bukan bidangnya. Jika pimpinan memandangnya mampu dan dengan penuh ketaatan mereka menjalaninya, maka rahmat Tuhan akan bekerja dan menghasilkan buah nan melimpah.
Seperti yang dialami oleh penulis yang berlatar belakang guru tapi ditugaskan sebagai Sekretaris Provinsi, Formator di Internasional Noviciat, dan kini sebagai Provinsial. Merasul berarti menjawab panggilan Allah dengan penuh kepercayaan dan dengan tulus ikhlas, menanggapinya sebagai panggilan kasih Allah dalam penyerahan diri seutuhnya kepada Yesus Kristus, menerima cara hidup-Nya yang murni, miskin, dan taat, agar seluruh hidupnya dikuduskan kepada Allah. Jadi, dia siap melakukan pekerjaan apa pun yang ditugaskan kepadanya. Semua pekerjaan mulia dan berharga di hadapan Allah. Setiap karya kerasulan akan membawanya dalam kesucian hidup jika dijalaninya dengan penuh ketekunan, kesetiaan, kemurnian hati, dan pengabdian yang tulus, serta menjalaninya dengan penuh sukacita.
Dalam sejarah, ada seseorang bruder yang merasul dengan menjaga pintu biara bertahun-tahun dan menjadi suci karena setiap tamu yang datang merasakan kehadiran Tuhan melalui keramah-tamahan, senyumnya yang tulus, kesetiaan, dan penerimaannya yang luar biasa.
Jadi, kerasulan bisa saja bergerak meninggalkan tanah tumpah darah, dari tempat yang satu berpindah-pindah ke tempat yang lain, atau menetap di satu tempat saja. Bisa menjalankan satu pekerjaan atau bervariasi dalam pekerjaan. Misalnya, seseorang bisa saja punya kerasulan mengajar di sekolah, tapi juga bisa merawat jenazah, menulis artikel, dan ahli berkebun atau memasak, dll.
Menjalankan Perutusan Kongregasi
Dalam Konstitusi SND tertulis Kharisma dan Semangat kita tetap hidup di dalam Gereja melalui kesaksian hidup dan karya pelayanan setiap suster. Dalam kesetiaan terhadap kharisma kita, kita ikut serta di dalam perutusan Yesus Kristus, memberikan kesaksian akan kebaikan Allah dan penyelenggaraan Ilahi-Nya kepada sesama. Gereja mengutus kita melalui kongregasi kita untuk membantu saudara/saudari kita mengarahkan hidup mereka kepada Allah dalam iman sehingga mereka juga boleh mengalami kasih Allah.
Sebagai komunitas apostolik yang berkomitmen terhadap perutusan, setiap suster hendaknya membaktikan diri kepada pendidikan dalam segala bentuknya, khususnya katekese dan karya-karya pelayanan lainnya. Digerakkan oleh semangat missioner, kita menanggapi kebutuhan zaman dan membagikan belas kasih Allah dengan sesama pemeluk berbagai iman kepercayaan dan kebudayaan, terutama yang terpinggirkan.
Maka, sebagai SND kami siap diutus ke manapun di tempat SND berkarya di seluruh dunia. Provinsi SND Indonesia telah membuka misi di Filipina sejak tahun 2000, di Pulau Guimaras; melayani dalam bidang pendidikan dan pastoral di tempat para nelayan miskin di daerah pelosok pulau itu.
SND Indonesia berkarya dalam bidang pendidikan baik yang formal maupun non-formal daycare, TK, SD, SMP, SMA (di Pekalongan, Purbalingga, Mlati dan Warak Yogyakarta, Tawangmangu, ND Puri Indah, ND di Grand Wisata, Palangkaraya), bidang Kesehatan (RS Budi Rahayu di Pekalongan dan Poliklinik St. Yulia di Sukorejo, Poli Pratama di Dana Raja, Poli Teresia di Rembang).
Bidang Sosial, yaitu Panti Asuhan Marganingsih Wisma Cinta Sesama di Lasem, Panti di Wini, Timor. Pelayanan Asrama SMP di Sendang Asih Denggung, Sleman dan SMA St. Mikhael, Asrama di Purbalingga, Asrama Putri Maria Ratu di Sasi Kefamenanu. Asrama Putri di Biara St. Theresia Rembang. Pemberdayaan perempuan di Muntilan dan asrama putri bagi anak-anak tidak mampu. Wisma Lansia Marganingsih di Pekalongan.
Dalam mengembangkan sayap perutusan, SND membuka komunitas baru di Lampung dengan berkarya di TK, SD, SMP milik paroki dan karya pastoral, serta di Merauke menangani Asrama Putra KPG khas Papua.
Kini, SND Indonesia berkarya di Keuskupan Purwokerto, Keuskupan Agung Semarang, Keuskupan Surabaya, Keuskupan Agung Jakarta, Keuskupan Agung Kupang, Atambua, Palangkaraya, Banjarmasin, Lampung, Tanjung Karang, Keuskupan Agung Merauke dan Jaro, Ilo-ilo Guimaras Filipina. Semoga setiap SND merasul untuk mewujudkan rasa syukur dan cinta kasihnya kepada Tuhan yang telah mencintai tanpa syarat.