“ MELALUI fotografi, kita bisa mengabadikan sebuah momen. Foto yang indah akan mengantar kita semakin dekat denganTuhan sebagai sumber keindahan,“ kata Kepala Paroki Katedral, Romo Albertus Hani Rudi Hartoko SJ, saat membuka Seminar Fotografi. Seminar yang diselenggarakan oleh Komunitas FOKUS ini berlangsung di aula Katedral pada 4 Agustus 2018. Nadine dari Seksi Komsos Paroki Menteng Gereja Santa Theresia menjadi MC dan moderator seminar.
Sesi pertama dibawakan oleh Romo Markus Yumartana SJ yang senang berjalan kaki di seputar Katedral untuk menjaga kesehatan sambil jeprat-jepret mengabadikan momen indah di sepanjang jalan. Romo yang belajar teologi di Roma dan pernah mengajar agama Katolik di Universitas Indonesia ini menuturkan bahwa kegiatan itu hanya sebagai hobi.
Materi yang disampaikan bertajuk “In Pricipio Erat Imago” (Pada Mulanya adalah Gambar). Menurut Romo Yumartana, fotos dan grafos berasal dari bahasa Yunani; artinya gambar dan cahaya. Ia juga menjelaskan hubungan iman kita melalui pengalaman religius dengan slide gambar yang ditampilkan. Terlihat bahwa apa yang mau dishare dituntun dengan cahaya. Tanpa cahaya tidak akan ada gambar.
Sebaiknya, lanjut Romo Yumartana, foto selalu disertai dengan pengalaman religius, seperti Verum (yang benar), Bonum (yang baik), dan Pulchrum (yang indah). Bukan hoax atau rekayasa, namun menampilkan realita. “Bagaimana kita menemukan Tuhan di dalam berbagai macam peristiwa, pribadi-pribadi di dalam gambar-gambar, arsitektur, seni, dan lain-lain.”
Dalam menemukan objek foto, ketepatan waktu dan momen penting harus tepat. Karena sebuah momen tidak akan terulang maka cahaya harus tepat. “Masa sekarang ini, kita harus hati-hati men-share foto. Kita harus bijak memilih mana yang pantas dan mana yang tidak,” pesannya.
Arbain Rambey melanjutkan pada sesi kedua,dengan gayanya yang jujur, kocak, dan apa adanya. Ketika ditanya Nadine apa aktivitasnya, ia menjawab, “Yaa… motret. Kalau nggak motret, ya nggak makan!” Para peserta seminar tertawa riuh mendengar jawaban itu.
Mulanya, sebagai lulusan S1, Arbain melamar di Harian Kompas di bidang apa saja. Kemudian ia ditugaskan sebagai wartawan tulis bidang olahraga tennis dan basket. Karena sewaktu meliput ia juga suka memotret dan banyak fotonya dipakai Kompas, akhirnya ia ditugaskan sekalian sebagai wartawan foto.
Pria kelahiran Semarang ini teringat pada pertanyaan seorang mahasiswa Trisakti yang menolongnya saat kerusuhan 1998, “Apa definisi foto yang bagus?”
Jawabnya, “Foto yang bagus hanya bisa kita ketahui setelah banyak mengalami, banyak melihat melalui pengalaman yang panjang. Harus sering mencoba sendiri berkali-kali sebelum menemukan yang paling baik.”
Semua foto menggunakan cahaya antara lain handphone, scanner, dan kamera. Baik handphone dan kamera mempunyai kelebihan dan kekurangan. “Ada keterbatasan masing-masing, tergantung pada objek yang akan difoto. Handphone bagus untuk objek yang tidak banyak bergerak dan bisa untuk foto lebar (panoramic),” urai Arbain.
Arbain membagikan banyak tips tentang pemilihan dan penggunaan kamera. Belajar fotografi harus belajar cara memakai kamera dan memahami bahasa visual. Foto yang bagus, lanjutnya, ditentukan oleh teknis (10%) dan pemahaman (90%). Tidak ada aturan yang mengharuskan sebuah foto selesai di kamera; semua disempurnakan oleh photoshop. Namun, photoshop tidak bisa mengatasi salah momen dan komposisi.
Arbain juga menjelaskan tentang perbedaan foto manusia, landscape, benda mati, dan liputan acara. Juga jenis foto seni dan foto guna (untuk dokumentasi dan informasi, yaitu jurnalistik dan iklan).
Leo Biets dari Komunitas FOKUS Paroki Tomang Gereja MBK yang mengoordinir acara ini, mengemukakan bahwa komunitas ini berkembang karena mendapat dukungan awal dari Romo Chris, kemudian dilanjutkan oleh Romo Yumartana hingga saat ini.
Venda